Kamis, 16 April 2020

 

Memang tidak mudah untuk bertahan dalam isolasi diri.

Sudah berhari-hari berjuang menundukkan kesendirian, kejenuhan, kebingungan dan ketidakjelasan.

Hidup manusia memiliki aspek yang melekat pada dirinya:

perjumpaan dengan sesamanya.

Allah tidak menciptakan manusia dalam isolasi diri,

tetapi dalam kontak, relasi dan interaksi dengan sesamanya;

berjumpa dengan banyak orang, meski seringkali menjengkelkan.

Bicara dengan banyak orang, meski seringkali hanya omong kosong, bahkan tidak jujur.

Berada di tengah keramaian, kerumunan, meski seringkali terasa sepi dan sendiri.

Bersama banyak orang dalam peribadatan, meski seringkali dengan wajah dingin dan kaku.

Menghadiri pertemuan, rapat, diskusi, meski seringkali tidak jelas tujuannya.

Berada dalam kelas bersama guru dan teman-teman, meski seringkali ingin lari dari sekolah.

Melakukan transaksi jual beli, meskipun seringkali mengalami kerugian.

 

Hidup manusia pada dasarnya juga merupakan peziarahan, perjalanan yang selalu bergerak.

Rumah seakan menjadi terminal atau tempat pengisian bahan bakar dalam perjalanan panjang.

Selalu menempuh perjalanan, meski sering kali melelahkan.

Berada di jalanan, meski seringkali menghadapi kemacetan.

Berada dalam kendaraan umum yang berdesakan, meski seringkali asing satu sama lain.

Menunggu giliran perjalanan yang seringkali membosankan.

 

Dua hal mendasar dalam hidup manusia:

Perjumpaan dengan sesama dan perjalanan bersama sesama.

 

Namun sekarang harus membatasi diri untuk kedua hal itu.

Harus tinggal di rumah.

Dan banyak hal harus dilakukan di rumah.

Bukan hanya sebatas tinggal di rumah.

Tetapi manusia dipaksa tinggal dalam dirinya sendiri.

Berhadapan dengan dirinya sendiri,

dengan keaslian dirinya dan segala harapan, kegelisahan, kejenuhan dan luka-luka hidupnya.

 

Pandemi covid19 mengurung manusia untuk merenungkan ulang,

tentang siapa dirinya dan untuk apa hidupnya.

Manusia seolah dikunci dari sesamanya yang selama ini memberi makna pada hidupnya.

Anak-anak yang mestinya tumbuh dalam pergaulan dengan teman-temannya,

kini berhadapan dengan ayah ibunya yang tidak selalu menggembirakannya.

Ayah ibu berhadapan dengan anak-anak, buah cintanya,

yang tidak jarang menambah tumpukan kejengkelan.

 

Berada dalam dirinya sendiri,

manusia juga berhadapan dengan Tuhannya sendiri.

Mau mengikuti Tuhan seperti yang diinginkannya,

atau

mau mengikuti apa yang diinginkan oleh Tuhannya pada dirinya.

Pilihan yang tidak mudah.

 

 

Ya Tuhan yang Mahakasih,

dalam kesempitan dan kesumpekan isolasi diri ini,

sadarkanlah kami bahwa hidup ini merupakan perjalanan kami menuju diriMu.

Hidup ini adalah perjalanan kami pulang kembali kepadaMu.

Rahmatilah kami, sehingga dalam perjalanan yang tidak mudah ini,

kami sungguh menemukan kehendakMu atas diri kami.

Nyalakanlah harapan dalam diri kami bahwa kami tidak berjalan sendiri di jalan ini,

tetapi selalu Kaudampingi.

 

 

A. Kurdo Irianto