Sabtu, 18 April 2020

 

 

Dalam situasi sulit seperti ini,

ketika kita semua berada dalam satu perahu bencana yang sama: pandemi covid19,

akan semakin nampak jelas wajah kita yang sesungguhnya.

 

Kalau kekuatan ekonomi kita stabil,

tentu kita sangat bergairah membantu mereka yang sedang berada dalam ekonomi yang sulit.

Meski ada juga yang membantu dengan memberi dari apa yang tersisa setelah dia makan sampai

sekenyang-kenyangnya.

Apakah membantu itu dari harus dari yang tersisa, atau menjadi bagian dari yang kita peroleh?

Ada juga yang berpendapat bahwa kita baru bisa membantu kalau kita lebih.

Pertanyaannya: kapan kita merasa sudah cukup atau berlebih?

Bukankah nafsu itu tidak akan pernah terpuaskan?

Bukankah kita ini tidak akan pernah mengatakan pada diri kita: cukup!

 

Jika yang terkena bencana ini saudara-saudara kita daerah bagian sebelah sana, sedangkan kita di

sini tidak terkena, tentu dengan mudah kita akan membantu saudara-saudara yang terkena bencana

itu.

Jika bencana ini bukan soal lokasi, tetapi meliputi kita semua, dimanapun dan siapapun;

apakah kita juga bersedia membantu mereka yang lebih menderita?

Atau kita menolak membantu dengan alasan kita juga terkena bencana.

 

Benar.

Jika kita yang tidak terkena bencana membantu mereka yang menderita terkena bencana,

itu sungguh perbuatan manusiawi yang baik.

Tetapi, jika kita juga berada dan sedang bergulat di dalam bencana yang sama, dan kita masih

bersedia membantu mereka yang lebih menderita dengan apa pun yang ada pada kita,

itu bukan hanya perbuatan manusiawi yang baik,

tetapi itu tindakan illahi.

Bahwa Allah sedang bekerja dalam diri kita.

Ya, Allah sedang bekerja dalam diri kita;

ketika kita sendiri sedang berada dalam bencana namun masih bersedia membuka hati membantu

mereka yang lebih menderita.

Ini tidak masuk akal, tidak logis dan tidak matematis.

Ya, Allah memang tidak masuk akal, tidak logis dan tidak matematis.

 

Maka meski berada dalam bencana yang sama covid19,

kita dapat bersyukur,

bukan karena kita tidak terjangkit;

sama sekali bukan.

Bukan karena kita tidak lebih menderita dari yang lain;

sama sekali bukan.

Kita bersyukur karena meski kita sendiri terkena bencana itu, kita masih dapat menolong yang lebih

menderita.

Kita bersyukur karena dalam keadaan yang tidak mudah, yang dialami semua orang,

Allah tetap bekerja dalam diri kita.

Inilah syukur yang sejati.

 

 

Ya Tuhan yang Mahakasih,

di tengah bencana pandemi covid19 ini,

bantulah kami memasuki pintu ilahiMu yang sempit,

tetap bersyukur dengan mewujudkan kebaikan dan kemurahanMu bagi yang menderita.

Jangan biarkan kami membenarkan diri untuk tidak melakukan apapun,

dengan alasan kami juga sedang dalam bencana yang sama.

 

 

A. Kurdo Irianto