“Sebuah Renungan Tentang Kekatolikan…”

 

            Masyarakat kita sekarang sedang beralih dari gaya hidup tradisional menuju gaya hidup modern. Dalam hidup sehari-hari, barang-barang teknologi menjadi ukuran bobot seseorang. Di bidang ekonomi, pabrik menjadi lahan baru untuk mendapat penghasilan. Di bidang politik, diuji coba sistem yang disebut demokrasi. Sementara peralihan ini berlangsung, keprihatinan berkembang: tata hukum dan keadaban dilanggar, ketidakadilan, korupsi dan perusakan alam merajalela di mana-mana.

            Kebersamaan di antara warga juga mengalami perubahan. Gaya hidup kota yang individualis, bebas menentukan kemauan, semakin disukai, bukan hanya di lingkungan perkotaan, tapi juga di pedesaan. Dampaknya terasa dalam hubungan yang bersifat pribadi. Hubungan-hubungan model lama dan akrab dalam keluarga, komunitas kecil, maupun masyarakat lebih luas pelan-pelan berubah menjadi lebih longgar, kurang mengikat, tak jarang terputus sama sekali.

            Di tengah suasana itu, kehidupan iman Katolik juga dirasakan tidak selalu cocok, atau makin sulit diterapkan. Mungkin keluarga masih Katolik, tetapi “kebersamaan Katolik” di dalam keluarga semakin kurang kelihatan. Doa bersama makin jarang dilakukan, pengajaran iman secara langsung oleh orang tua kepada anak-anak tidak diutamakan, kesibukan orang tua di luar rumah, meskipun berkaitan dengan iman, tidak selalu berdampak positif terhadap kebersamaan keluarga.

            Gereja mengajarkan bahwa dengan baptisan, kita dibebaskan dari dosa, diangkat menjadi putra-putri Allah, dan menjadi anggota aktif Gereja Persekutuan. Namun tak jarang dijumpai, orang Katolik mencari kekuatan dari dukun, orang pintar atau peramal, dan mengikuti begitu saja ajaran yang tidak selaras dengan martabat sebagai anak-anak Allah. Ekaristi kurang dihargai. Orang lain diperalat atau dikelabui. Keluh kesah dan keinginan dimengerti lebih disukai daripada berkorban dan melayani.

            Karena kurang berselera hidup sederhana, semangat dan kesadaran sebagai utusan Kabar Gembira juga kurang dikobarkan. Meskipun Katolik, tetapi dalam praktek lebih mencari kepentingan diri sendiri. Tawaran kenikmatan yang mudah diperoleh dengan enak dituruti, bahkan oleh orang yang diandalkan sebagai aktivis, tokoh atau pimpinan. Kesetiaan dilanggar, kesalahan dipertahankan, komunikasi dan koreksi diri dihindari, bahkan martabat diri sendiri dan martabat kekatolikan dengan mudah digadaikan untuk meraih sukses dan ketenaran.

            Dalam situasi seperti ini, keinginan membaiki diri agar hidup lebih selaras dengan yang diimani dirasakan sebagai kesukaran. Ada rasa pesimis bahwa akan terjadi perubahan. Bahkan mengusahakan hidup dengan ukuran “rata-rata” sebagaimana “orang pada umumnya” pun dirasa tidak akan tergapai tangan. Keinginan kadang ada, tetapi kemampuan rasanya tidak ada.

Karena merasa tidak mampu memperbaiki diri, orang Katolik pelan-pelan menurunkan ukuran atau standar kekatolikan. Tidak jarang “penurunan ukuran” ini diamini bersama, bahkan diterima sebagi “semangat kelompok” dan “hobi keluarga”. Cukuplah kalau masih ke Gereja. Cukuplah kalau menipu sedikit. Cukuplah kalau pasangan atau pimpinan tidak tahu. Cukuplah kalau sudah dapat kerja. Cukuplah kalau masih ingat Bapa kami. “Cukuplah-cukuplah” disertai dengan pikiran, masalah nanti diurus nanti. Tidak perlu bertanggung jawab. Akhirnya, tidak perlu Katolik.

            Sering orang bertanya, Gereja melakukan apa? Inilah pertanyaan yang menghantui orang Katolik yang prihatin dengan keadaan masyarakat, terlebih-lebih Gereja. Mereka berharapan perubahan akan dihasilkan oleh pimpinan yang bertanggung jawab atas Gereja. Di lingkungan atau paroki, tuntutan dikenakan pada romo atau pengurus. Dalam keluarga, tuntutan ditimpakan pada pasangan hidup atau orang tua. Kenyataannya, keinginan ini tidak jarang berbalas kekecewaan.

            Sedikit orang Katolik sadar bahwa perubahan terhadap situasi ini membutuhkan kepeloporan. Sedikit yang sadar bahwa perubahan tak bisa dicapai hanya dengan berpangku tangan. Sedikit yang berkeyakinan bahwa ikatan yang rapuh dapat dipulihkan dengan kerelaan berkorban dan bergandeng tangan; jika ada yang ambil inisiatif, dan ada yang memberikan tanggapan. Sedikit yang sadar bahwa perubahan akan terjadi jika para pelopor mewujudkannya dalam kebersamaan.

            Jadi apakah yang harus dilakukan? Berani mempelopori dan menggerakkan perubahan dalam kebersamaan. Kembali pada jati diri, kembali pada janji perkawinan, pada kaul, pada janji tahbisan. Atau ditarik lebih ke dasar: kembali pada pertobatan, kembali pada Baptisan. Kembali pada Ekaristi. Kembali pada persaudaraan. Kembali kepada Yesus Gembala Baik yang datang “agar kita semua mempunyai hidup, dan mempunyainya di dalam segala kelimpahan” (Yoh 10:10).

Alkisah, suatu hari banyak orang berkerumun mendengarkan sebuah pengajaran yang sangat ganjil. Sang Guru mengatakan: “Akulah roti hidup yang telah turun dari surga. Jikalau seorang makan dari roti ini, ia akan hidup selama-lamanya, dan roti yang kuberikan itu ialah daging-Ku, yang akan kuberikan untuk dunia”. Apa yang terjadi kemudian?

Sekelompok orang mau menghabisi nyawa-Nya. Sekelompok murid-Nya menjadi ragu, berkata: “Perkataan ini keras, siapakah yang sanggup mendengarkannya?”. Banyak dari antara mereka mengundurkan diri dan tak lagi mengikut Dia. Hanya sekelompok kecil murid berkata: “Tuhan, kepada siapakah kami akan pergi? Perkataan-Mu adalah perkataan hidup yang kekal, dan kami telah percaya dan tahu, bahwa Engkau adalah Yang Kudus dari Allah!” (Yoh 6:25-69)

Di zaman sekarang ini, situasi mirip barangkali sedang terjadi. Mengenai orang-orang serupa, mengenai murid-murid yang sama. Pertanyaannya, adakah yang akan mengatakan: “Tuhan, kepada siapakah kami akan pergi? Perkataan-Mu adalah perkataan hidup yang kekal, dan kami telah percaya dan tahu, bahwa Engkau adalah Yang Kudus dari Allah!”?!

 

 

II. PERTANYAAN PERSIAPAN SHARING

 

  1. Bagaimana pendapat Anda mengenai Bacaan Pribadi “Sebuah Renungan Tentang Gereja…” di atas? .............................................................................................................................
  2. Dari pengalaman pribadi, hal apa yang pernah membuat Anda sebagai orang Katolik merasa lemah, rapuh tidak mantap menjalani hidup ini? Sebutkan 1 (satu) pengalaman yang menonjol.  Jelaskan pengalaman itu, dan jelaskan bagaimana Anda menyikapinya!..............................................................................................................................
  3. Dari pengalaman Anda, adakah sakramen yang Anda rasa mempengaruhi dan menguatkan setiap kali diingatkan atau dihayati? Jelaskan alasannya!.......................................................................
  4. Apakah yang Anda rasa penting bagi diri Anda sendiri dari perbincangan ini?.....................................................................................................................................
  5. Bagaimana perasaan Anda sebagai pengurus atau pemuka kelompok Anda?.......................................................................................................................................
  6. Apakah Anda bisa mengatakan dengan mantap bahwa kelompok kecil atau lingkungan di mana Anda terlibat merupakan suatu kebersamaan orang-orang Kristiani? Apa alasannya?..........................................................................................
  7. Apakah kritik dari luar kelompok Anda, yang Anda rasa paling penting untuk diperhatikan oleh kelompok? Mengapa?............................................................................................................................
  8. Hal apakah yang dapat diusulkan kepada kelompok Anda agar dapat lebih meningkatkan sumbangannya sebagai kumpulan orang Kristiani, baik bagi warga kelompok sendiri maupun orang lain di luar kelompok?.............................................................
  9. Usulkan 1 (satu) “kata kunci” yang menggambarkan “cita-cita atau impian hidup menggereja” yang penting untuk diperjuangkan dalam kebersamaan umat di Keuskupan Surabaya. Sertakan alasan yang mendasari Anda bersama sehingga memilih kata kunci tersebut! ....................................................................................................................................................

 

1. Pertemuan diawali dengan lagu, tanda salib dan doa pembukaan secara spontan.

    Baca dan resapkan Kisah Para Rasul 2:41-47.

2. Sharing mengenai pengalaman pribadi. Hendaknya pertanyaan a) selesai dijawab lebih dahulu oleh semua, baru masuk ke pertanyaan b), dan setelah semua selesai, baru menjawab c):

  1. Bagaimana pendapat Anda mengenai Bacaan Pribadi “Sebuah Renungan Tentang Gereja…”?
  2. Dari pengalaman pribadi, hal apa yang pernah membuat Anda sebagai orang Katolik merasa lemah, rapuh tidak mantap menjalani hidup ini? Cukup sebutkan 1 (satu) pengalaman yang menonjol. Jelaskan pengalaman itu, dan jelaskan bagaimana Anda menyikapinya!
  3. Dari pengalaman Anda, adakah sakramen yang Anda rasa mempengaruhi dan menguatkan setiap kali diingatkan atau dihayati? Jelaskan alasannya!
  4. Apakah yang Anda rasa penting bagi diri Anda sendiri dari perbincangan ini?

3. Sharing dan diskusi mengenai kelompok. Pertanyaan untuk semua peserta. Urutan seperti no. 3:

  1. Bagaimana perasaan Anda sebagai pengurus atau pemuka kelompok Anda?
  2. Apakah Anda bisa mengatakan dengan mantap bahwa kelompok kecil atau lingkungan di mana Anda terlibat merupakan suatu kebersamaan orang-orang Kristiani? Apa alasannya?
  3. Apakah kritik dari luar kelompok Anda, yang Anda rasa paling penting untuk diperhatikan oleh kelompok? Mengapa?
  4. Hal apakah yang dapat diusulkan kepada kelompok Anda agar dapat lebih meningkatkan sumbangannya sebagai kumpulan orang Kristiani, baik bagi warga kelompok sendiri maupun bagi orang lain di luar kelompok?
  5. Usulkan 2 (dua) “kata kunci” yang menggambarkan “cita-cita atau impian hidup menggereja” yang penting untuk diperjuangkan dalam kebersamaan umat di Keuskupan. Sertakan alasan yang mendasari Anda bersama sehingga memilih 2 (dua) “kata kunci” tersebut! Manfaatkan bacaan pribadi, teks Kitab suci dan semua sharing untuk menentukan 2 (dua) kata kunci ini.
  6. Untuk usulan bagi kelompok Anda sendiri, pikirkan bagaimana mengkomunikasikan kepada seluruh warga kelompok. Buat rencana.
  7. Untuk usulan bagi kebersamaan umat di Keuskupan, tentukan 1 (satu) orang dari antara Anda untuk mewakili kelompok dalam forum pertemuan induk kelompok.

4. Doa spontan, ditutup Bapa Kami. Lalu akhiri dengan doa penutup, tanda salib dan lagu penutup.

Catatan untuk utusan yang dipilih mewakili kelompok:

  1. Serahkan usulan “kata kunci dan alasannya” kepada induk kelompok segera setelah pertemuan.
  2. Pelajari 1 Korintus 12:12-26 dan bacaan yang disediakan sebelum pertemuan induk kelompok.