logo

Dari Mupas 2009 Menuju Mupas 2019

Oleh : Agustinus Tri Budi Utomo

DARI MUPAS 2009 ke 2019.pdf (klik untuk membuka file)


Pada mulanya: ‘Mendengarkan kehendak Allah’

Seorang Uskup, setelah menerima/menyanggupi  perutusan dari Paus untuk menjadi Uskup, tak lama kemudian pasti diminta untuk bersama Roh Kudus menemukan ‘motto’ yang diyakini sebagai kehendak Tuhan bagi penggembalaannya. Disamping motto episkopal dirancang pula suatu lambang resmi episkopal yang mengungkapkan cita-cita mandat dari motto tersebut.

Paus adalah pewaris tahta santo Petrus, yang bertanggungjawab menunjuk imam untuk diminta menjadi penerus tahta para Rasul di sebuah keuskupan yang sedang mengalami tahta lowong. Di bulan April 2007, Msgr. Vincentius Sutikno Wisaksono dipilih oleh Paus Benediktus XVI sebagai Uskup (Gembala Utama) di Keuskupan Surabaya.  Di basilika Manaoag Shrine , yang berada di atas bukit kota Pangasinan – Pilipina utara, Msgr. Sutikno menemukan ayat kunci dari Injil Yohanes yang berbunyi: “Ut Vitam Abundantius Habeant”  - “Aku datang, supaya mereka mempunyai hidup dan mempunyainya dalam segala kelimpahan” (Yoh.10:10) untuk menjadi motto dia. Motto ini merupakan buah dari refleksi Bapak Uskup ‘Mendengarkan kehendak Allah’. Msgr. Vincentius Sutikno Wisaksono ditahbiskan sebagai Uskup Surabaya pada tanggal 29 Juni 2007.

Kepada Msgr. Vincentius Sutikno Wisaksono Tuhan menghendaki (melalui Injil Yohanes) supaya umat Keuskupan Surabaya digembalakan menuju hidup yang berkelimpahan akan kasih penggembalaan Tuhan. Ini perintah Tuhan yang diyakini dan dijadikan visi jangka panjang arah penggembalaan Bapak Uskup bagi Keuskupan Surabaya.

 

 ‘Mendengarkan Kerinduan Umat Allah dalam kebersamaan’                                       

Tahun 2008 dalam proses pramupas, Keuskupan Surabaya  mencanangkan suatu ‘Pola Pastoral’ yakni suatu ‘cara bersama’ atau ‘bingkai pemahaman bersama’ dari seluruh elemen yang terlibat dalam reksa pastoral Keuskupan Surabaya. Suatu pola yang dinamai ‘Pola Pastoral Berbasis Persekutuan’ yang mengacu pada paham Konsili Vatikan II atas jati diri Gereja sebagai Tubuh Mistik Kristus, Bait Allah, Misteri dan Sakramen, Persekutuan para Kudus, “Communio”, dan Umat Allah.

Gereja hadir di dunia bukan untuk dirinya sendiri. Gereja berada dalam dunia dan hadir bagi dunia. “Kegembiraan dan harapan, duka dan kecemasan orang-orang jaman sekarang, terutama kaum miskin dan siapa saja yang menderita, merupakan kegembiraan dan harapan, duka dan kecemasan dari murid-murid Kristus (Gereja). Sebab persekutuan murid-murid Kristus terdiri dari orang-orang yang dipersatukan di dalam Kristus, dibimbing oleh Roh Kudus dalam peziarahan menuju Kerajaan Bapa. Semua murid Kristus telah menerima warta keselamatan untuk disampaikan kepada semua orang. Maka, persekutuan mereka itu mengalami dirinya sungguh erat dalam hubungannya dengan umat manusia serta sejarahnya.” (GS 1)

Untuk mewujudkan misi dan jati dirinya, pada 26-28 November 2009 Keuskupan Surabaya mengadakan Musyawarah Pastoral (Mupas). Mupas merupakan proses rohani sekaligus pastoral strategis gerejani yang berusaha berjalan dalam kebersamaan sebagai satu Persekutuan untuk menemukan ‘arah gerak bersama’ sesuai dengan kehendak Allah.

Pada tahun 2008-2009 di mulai proses pramupas yang dilaksanakan melalui dua metode (cara/jalan), yakni: tiga jalur dan tiga jenjang.

a)            Terdapat tiga jalur pelaksanaan, yaitu: (1) Jalur jemaat teritorial, (2) Jalur kelompok kategorial dan (3) Jalur Komunitas Religius

b)            Proses dilaksanakan bertahap dalam tiga jenjang: Jenjang pertama di tingkat lingkungan/ kelompok kecil/ stasi; jenjang kedua di tingkat Paroki dan jenjang ketiga di tingkat kevikepan.

Melalui kata-kata kunci yang terkumpulkan dalam proses pramupas, Uskup mendengarkan dan mengartikulasikan harapan, kerinduan, impian atau ‘cita-cita bersama’ umat sekeuskupan Surabaya. Kata-kata kunci (pramupas) tersebut menjadi bahan baku untuk menyusun rumusan ‘cita-cita bersama’ Ardas 2010-2019. “Vox Populi vox Dei” , suara (aspirasi) Umat/rakyat merupakan suara Tuhan.

Akhirnya, dari olahan kata-kata kunci selama pramupas, melalui proses diskusi, musyawarah dan disermen selama tiga hari, pada tanggal 28 November 2009 berhasil tersusun rumusan: “Gereja  Keuskupan Surabaya sebagai persekutuan murid-murid Kristus yang semakin dewasa dalam iman, guyup, penuh pelayanan dan misioner” sebagai cita-cita bersama pastoral bagi seluruh umat Allah Keuskupan Surabaya untuk masa 10 tahun ke depan. Proses perencanaan dan penentuan arah pastoral yang dijiwai oleh cita-cita bersama tersebut dinamai Arah Dasar (Ardas) Keuskupan Surabaya 2010-2019.

 

Hakekat Gereja adalah persekutuan.

Paham Gereja sebagai umat Allah membawa konsekuensi dalam hubungan antara hierarki dan kaum awam. Kaum awam merupakan partner hierarki. Awam dan hierarki memiliki martabat dan semangat yang sama meskipun menjalankan fungsi yang berbeda-beda. Setiap pribadi dipanggil untuk melibatkan diri secara penuh dalam kehidupan Umat Allah, karena hidup mengumat pada dasarnya merupakan hakikat Gereja itu sendiri, sebab hakikat Gereja adalah persekutuan, persaudaraan cinta kasih seperti yang dicerminkan oleh hidup Jemaat Perdana (lih. Kis 2:41-47)

Kebersamaan dalam hidup menggereja tidak terbatas pada hal-hal rohani seperti doa, perayaan ibadah, kegiatan-kegiatan pembinaan iman, tetapi juga menyentuh pada kehidupan sosial, ekonomi, politik, dan budaya serta seluruh aspek kehidupan. Penggembalaan seorang Uskup bagi keuskupannya menyangkut jawaban atas mandat perutusan Gereja untuk melanjutkan rencana keselamatan Allah bagi dunia sesuai dengan konteks jamannya. Suatu pengejawantahan misi Yesus dalam jaman tertentu.

Umat Kristiani bersama dengan uskup mereka tidak menghayati kehidupan imannya hanya secara individu saja melainkan secara aktif menggunakan segala kharisma, karunia, dan fungsi yang dipercayakan kepadanya untuk kepentingan misi Gereja di tengah masyarakat. Masing-masing dan semua orang yang telah dibaptis bertanggungjawab dalam hidup dan misi Gereja. Pepatah Latin “Lex agendi lex essendi” (tata perilaku hendaknya mengikuti hakekat jatidirinya) mengajarkan, bahwa tata gerak dan kelola penggembalaan yang direncanakan di Keuskupan Surabaya ini hendaknya setia mengikuti hakekat jatidiri Gereja sebagai ‘communio’ (persekutuan).

 

‘Menetapkan Pedoman Arah’ perwujudan Ardas Keuskupan Surabaya.

Pola Pastoral berbasis persekutuan nampak dalam upaya merinci/menguraikan ke dalam serangkaian proses program pengelolaan (manajemen) penggembalaan, menentukan visi dasar (cita-cita bersama), mengembangkan struktur tata kelola, menyusun fokus prioritas pastoral tahunan, dan menghayati nilai-nilai yang memberi semangat hidup pelayanan yang terarah, strategis dan sinergis.

Untuk itu, pada langkah berikutnya Uskup menetapkan pedoman pedoman yang membantu dan mengarahkan tindakan penggembalaan di seluruh wilayah keuskupan Surabaya. Wujudnya : penataan ulang struktur pastoral, menerbitkan statuta-statuta, pedoman pelayanan bagi DPP dan BGKP, pedoman tatakelola harta benda Gereja dan juga sirkuler yang mengatur praktek peribadatan.

 

Perjalanan Bersama mewujudkan Arah Dasar 

Ardas 2010-2019 menjadi ‘payung bersama’ dalam mewujudkan ‘cita-cita bersama’ seluruh Umat Allah di Keuskupan Surabaya. Di tingkat pelaksanaan penggembalaan,  seksi dan komisi pastoral dikelompokkan menjadi empat rumpun bidang pastoral: Pembinaan, Sumber, Kerasulan khusus,  dan  Kerasulan Umum. Dengan perumpunan bidang tersebut diharapkan pola pastoral berbasis persekutuan dapat terwujud. Sambil memonitor perjalanan perwujudan Ardas selama ini, kita semua berusaha terus setia dan kreatif mengikuti Ardas sebagai wujud nyata kesetiaan  kita mengikuti Tuhan, Sang Gembala Baik, menuju hidup yang berkelimpahan. Dalam mengawal implementasi Ardas, Uskup di setiap awal tahun membuat Surat Gembala untuk mengevaluasi, dan mengapresiasi perjalanan mewujudkan Ardas di tahun yang telah dijalani  dan mengumumkan prioritas pastoral tahun berikutnya.

 

Penegasan kembali relevansi ‘cita-cita bersama’ Ardas 2010-2019 ke depan.

Proses persiapan dan Musyawarah Pastoral yang menghasilkan Ardas 2010-2019 merupakan berkat yang melimpah bagi Gereja dan Penggembalaan Keuskupan Surabaya. Melaluinya Gembala dan domba menangkap dengan jernih Rencana keselamatan Allah bagi Gereja Keuskupan Surabaya. Seluruh jemaat dan pemangku reksa pastoral dimudahkan, disatukan, dipayungi, digerakkan, dipandu oleh Arah Pastoral yang sama dan  jelas. Sehingga semua pihak dimudahkan untuk bergerak bersama dan di satukan secara sinergis oleh jiwa persekutuan menuju hidup yang berkelimpahan.

Pada tahun 2017, disadari bahwa selama sepuluh tahun penggembalaan Mgr. Vincentius Sutikno Wisaksono, Bapak Uskup dalam pertemuan Dewan Pastoral Keuskupan memberikan arahan agar di periode 10 tahun ke depan, melalui Mupas 2019  perwujudan ‘cita-cita bersama’ Ardas 2010-20019 semakin dikonkritkan serta ditindaklanjuti.  Dalam berbagai kesempatan visitasi pastoral Uskup dan KKP (2017-2018) serta dari apresiasi, evaluasi dan masukan Dewan Pastoral Keuskupan, Dewan Imam, Hari Studi Imam Keuskupan Surabaya dan khususnya hasil dari diskusi panjang di Koordinasi Karya Pastoral (KKP) , dipastikan bahwa rumusan ‘cita-cita bersama’ Ardas 2010-2019 ini masih sangat relevan dan hendak diperdalam, dikonkritkan, diperkaya dan ditindaklanjuti  dalam Mupas kedua (2020-2030).

Telah diakui bersama oleh Umat Allah Keuskupan Surabaya dan khususnya para insan pemangku dinamika pastoral melalui berbagai tatap muka, visitasi pastoral dan diskusi  bahwa tata kelola pastoral selama 10 tahun terakhir mengalami banyak pembaruan dan kemajuan karena pola pastoral dan pengelolaan pastoral yang semakin tertata. Bapak Uskup menjelaskan bahwa selama sepuluh tahun pertama penggembalaannya merupakan meletakkan pondasi dan infrastruktur pastoral yang kokoh dan tertata. Secara sederhana, selama 10 tahun pertama membangun habitus pastoral. Sedangkan pada sepuluh tahun berikutnya (2019-2029) adalah mendaratkan Cita-cita Ardas 2009 secara bertahap ke ranah praksis pastoral pertahun, suatu tahap kesiapan untuk tinggal landas menuju Hidup Menggereja yang berkelimpahan.

 

Menuju Kehadiran Sakramental Umat Allah yang semakin Signifikan dan Relevan di tengah Dunia.

Setelah Pembenahan Infrastruktur dan habitus Penggembalaan  dibangun selama 10 tahun, penggembalan keuskupan Surabaya berikutnya (2019-2029) diarahkan ke tahap pewujudan misi kehadiran sakramental Umat Allah bagi masyarakat (dunia). Design strategi pastoral keuskupan Surabaya seiring dengan  proses disermen  Konferensi Wali Gereja Indonesia yang bersidang pada bulan November 2017.  Tema Sidang KWI 2017 adalah : “Gereja yang Relevan dan Signifikan, Panggilan Gereja menyucikan Dunia”.

Gereja ada bukan untuk dirinya sendiri, Gereja pada hakekatnya misioner (diutus). Gereja ditengah dunia menghadirkan rencana Keselamatan Allah, dan bersama dunia diutus untuk menguduskan dan menyelamatkan dunia. Pada periode kedua penggembalaan, yang ditandai dengan Musyawarah Pastoral ke dua bulan Oktober 2019,