Pedoman Dasar Dewan Pastoral Paroki (DPP) dan Badan Gereja Katolik Paroki (BGKP) ini merupakan revisi dari Pedoman Dasar Dewan Paroki Keuskupan Surabaya yang berlaku mulai tahun 1997. Isi pokoknya kurang lebih sama, namun disesuaikan dengan Arah Dasar Keuskupan Surabaya tahun 2010-2019.

Hendaknya disadari bahwa hakekat dan faham dasar tentang Gereja yang mempunyai unsur ”kelihatan” dan ”tak kelihatan”, dan tujuan ”salus animarum suprema lex” (keselamatan jiwa-jiwa adalah hukum tertinggi) menyebabkan ‘’komunitas umat beriman dan kepengurusan dalam komunitas umat beriman’’ tidak bisa begitu saja dibandingkan apalagi disejajarkan dengan organisasi profan atau lembaga lainnya. Sifat keorganisasian Gereja pertama tama dibutuhkan demi efektifitas menunaikan panggilan sebagai Tubuh Kristus dalam mewujudkan rencana keselamatan di dunia. Karena proses partisipasi pada Rencana Keselamatan tersebut melalui Musyawarah Pastoral diterjemahkan dan dirumuskan dalam Arah Dasar (Ardas) Keuskupan, maka bentuk keorganisasian di Paroki tiada lain sebagai sarana terwujudnya Ardas Keuskupan Surabaya.

Karena itu, prosedural pelaksanaan tugas dan kerjasama dalam DPP hendaknya sederhana dan tidak berbelit-belit. Program-program DPP hendaknya lebih menekankan kualitas dibandingkan dengan kuantitas. Karena itu hendaknya, prioritas program sebagaimana tercantum dalam buku Arah Dasar menjadi perhatian utama seksi-seksi dalam DPP.

Pada awalnya draf revisi pedoman ini dibahas pada pertemuan Forum Romo Vikep dan Dewan Imam, kemudian diberlakukan mulai 1 Januari 2010 sebagai ad experimentum. Setelah mendapat masukan dari paroki-paroki, Pedoman Dasar tersebut dibahas kembali dalam pertemuan Dewan Imam dan kemudian ditambahkan beberapa pasal terutama mengenai Stasi, Katekis dan Asisten Imam. 

Dalam Pedoman Dasar ini dilampirkan juga contoh kerangka organigram DPP dan  BGKP. Organigram  sebenarnya sesuatu yang sangat penting dan berguna untuk memberikan gambaran umum dan singkat mengenai struktur dan mekanisme kerja DPP dan BGKP. Memang disadari akan adanya keberagaman situasi dan kondisi masing-masing paroki. Misalnya, kehadiran Katekis di suatu paroki amat dibutuhkan, Katekis sebagai “tangan kanan pastor”, tentu dalam kondisi tersebut, posisi Katekis bisa juga dimasukkan dalam Dewan Pastoral  Paoki Harian. Di tempat lain, bisa jadi tidak ada Katekis yang berkarya di sana. Begitu pula dengan kerangka organigram BGKP, masing-masing paroki bisa berbeda keadaan dan kebutuhannya. Karena itu masing masing paroki dipersilahkan menyusun Pedoman Rumah Tangga, dan membuat organigram DPP dan BGKP yang sesuai dengan jiwa dan semangat Pedoman Dasar ini. 

Semoga dengan adanya Pedoman Dasar ini diharapkan mampu untuk mengembangkan koordinasi, komunikasi dan pemberdayaan bagi perangkat pastoral Gereja dan seluruh umat beriman. Dengan demikian semakin terwujudlah: “Persekutuan murid-murid Kristus yang semakin dewasa dalam iman, guyub, penuh pelayanan, dan misioner”.

 

Surabaya, 01 Januari 2012

 

 

Msgr. V. Sutikno Wisaksono

Uskup Keuskupan Surabaya


 

 

 BAB I ISTILAH-ISTILAH
Pasal 1  Daerah Gerejawi 
Pasal 2 Perangkat Gerejawi
   
BAB II FUNGSI DAN TUGAS PASTOR PAROKI
Pasal 3 Hakekat Pastor Paroki
Pasal 4 Pengangkatan Pastor Paroki
Pasal 5 Tugas umum Pastor Paroki
Pasal 6 Tugas Pastor Kepala Paroki
Pasal 7 Tugas  Pastor Rekan
Pasal 8 Pemberhentian Pastor Kepala Paroki dan Pastor Rekan
   
BAB III KATEKIS
Pasal 9 Hakekat
Pasal 10 Tugas dan tanggungjawab
Pasal 11 Pembinaan katekis
Pasal 12 Kesejahteraan
   
BAB  IV  HAKEKAT, TUJUAN, FUNGSI DAN WEWENANG  DPP
Pasal 13    Hakekat Dewan  Pastoral Paroki
Pasal 14    Tujuan
Pasal 15    Fungsi
Pasal 16    Sifat
Pasal 17    Wewenang
   
BAB  V    TUGAS-TUGAS DEWAN PASTORAL PAROKI
Pasal  18 Tugas utama
Pasal  19 Tugas Dewan Pastoral Harian
Pasal  20 Tugas  Dewan Pastoral Inti
Pasal  21 Tugas  Dewan Pastoral Pleno
   
BAB  VI  WILAYAH, LINGKUNGAN, STASI
Pasal 22 Wilayah
Pasal 23 Lingkungan        
Pasal 24 Stasi
   
BAB VII  BIDANG-BIDANG  DAN SEKSI-SEKSI
Pasal 25 Bidang- Bidang  Pastoral   
Pasal 26 Seksi-seksi
   
BAB VIII   ORGANISASI, BIARA, PASTORAL TERITORIAL & KATEGORIAL, ASISTEN  IMAM
Pasal 27 Organisasi dan Perkumpulan Katolik
Pasal 28 Wakil Biara atau Komunitas
Pasal 29 Reksa Pastoral Teritorial
Pasal 30 Reksa Pastoral Kategorial
Pasal 31 Keselarasan Reksa Pastoral Teritorial dan Kategorial
Pasal 32 Asisten Imam
   
BAB  IX TATAKERJA DEWAN PASTORAL PAROKI
Pasal 33 Cara  dan Semangat kerja
Pasal 34 Perencanaan Pastoral
Pasal 35 Pengaturan Waktu Pertemuan
   
BAB  X KEANGGOTAAN
Pasal 36 Syarat kualitatif Pengurus Dewan Pastoral Paroki
Pasal 37 Syarat kualitatif Ketua Bidang (awam)
Pasal 38 Klasifikasi berdasarkan cara menjadi anggota
Pasal 39 Cara Pemilihan
Pasal 40 Masa Jabatan
Pasal 41 Penggantian Selama Masa Jabatan Aktif
   
BAB  XI  KOORDINASI PASTORAL TINGKAT KEVIKEPAN
Pasal 42 Forum-forum Kevikepan
Pasal 43 Forum Kolegialitas Romo-romo Kevikepan
Pasal 44 Forum Pastoral Kevikepan
Pasal 45 Forum Komunikasi Pastoral Serumpun
   
BAB  XII BADAN GEREJA KATOLIK PAROKI
Pasal 46 Asas, Tujuan dan Fungsi
   
 BAB XIV    KEPENGURUSAN BGKP
Pasal 47 Pengurus
Pasal 48 Kualifikasi
   
BAB XV    TUGAS DAN KEWENANGAN BGKP
Pasal 49 Tugas dan kewenangan BGKP
Pasal 50 Tugas dan Kewenangan Pastor Paroki
   
BAB XVI  SUASANA KERJA DAN PERTEMUAN
Pasal 51 Suasana Kerja
Pasal 52 Pertemuan
   
BAB XVII KOORDINASI ANTARA DPP DENGAN BGKP
Pasal 53 Wewenang perolehan, pengelolaan dan pengalih-milikan harta benda paroki
Pasal 54 Kerjasama dan koordinasi dengan BGKP
Pasal 55 Anggaran belanja dan pertanggungjawaban
   
BAB  XVII PERATURAN PERALIHAN
Pasal 56 Hak dan wewenang mendirikan, menutup, atau mengubah paroki
Pasal 57 Penetapan teritori paroki
Pasal 58 Pembubaran DPP dan BGKP
   
BAB  XVIII  KETENTUAN PENUTUP
Pasal 59 Hal-hal yang belum diatur dalam Pedoman Dasar
Pasal 60 Wewenang menghapus atau mengubah Pedoman Dasar
Pasal 61 Masa berlaku Pedoman Dasar

 

PENDAHULUAN

Pemahaman tentang Gereja

Konsili Vatikan II menyadari bahwa: “Gereja adalah Umat Allah dalam Kristus yang dipersatukan oleh Roh Kudus. Umat Allah di dunia dipanggil untuk menjadi sakramen, yakni: dalam Kristus menjadi tanda dan sarana persatuan mesra dengan Allah dan kesatuan seluruh umat manusia. (LG 2). Demikian pula ditegaskan bahwa Otoritas “Gereja/Hierarki sebagai Pelayan” (LG 3).

Gereja adalah Umat Allah yang terbentuk atas dasar iman. Hal ini penting ditekankan di sini sebab keanggotaan kita sebagai umat Allah merupakan peristiwa iman. Oleh karena itu seluruh karya dan pelayanan Gereja dalam bentuk apapun harus bersumber dan sekaligus merupakan perwujudan  IMAN itu sendiri.

Gereja adalah Sakramen Kristus. Kita dalam kebersamaan merupakan tanda kehadiran Kristus di tengah dunia: menjadi perantara Kristus dengan manusia dan  juga perantara manusia dengan Bapa.

Gereja  adalah organisasi atau institusi dengan struktur hierarki. Struktur hierarki ini merupakan kehendak Yesus ketika memberikan kepada Petrus dan para Rasul-Nya segala kuasa yang diperlukan untuk misi yang dipercayakan Kristus. Kuasa ini perlu untuk pelayanan.

Gereja adalah Persekutuan, Communio. Persekutuan atau persaudaraan orang-orang yang percaya kepada Allah Tritunggal. Jadi Gereja pertama-tama adalah persekutuan orang-orang karena imannya.  Persekutuan umat beriman ini dipanggil dan diutus bersama-sama menggereja. Ada kesadaran akan kesamaan fundamental dalam martabat bagi semua dan setiap anggota Umat Allah berdasarkan baptisan dan penguatan. Kesamaan martabat ini sekaligus berarti kebersamaan kegiatan  yang merupakan segi dinamis dari kesamaan itu.

 

Tanggung Jawab Bersama Segenap Umat Paroki

            Tugas Gereja untuk melaksanakan perutusan Kristus adalah tugas perutusan seluruh Umat Allah, yang di dalam Gereja Partikular terdiri dari paroki-paroki. Konsili Vatikan II secara eksplisit menyatakan bahwa paroki adalah perwujudan nyata dari Gereja.  Sacrosanctum Concilium,(42,1) dan Lumen Gentium, (26,1 ; 28,2) dengan sangat jelas menyatakan bahwa paroki merupakan “representasi” dari Gereja yang kelihatan di dunia. Kata "representasi berarti tanda kehadiran, tanda adanya, suatu realitas yang konkrit dari Gereja Universal di dunia. Paroki adalah tanda kehadiran nyata Gereja di dunia.

Berparoki berarti bersama menggereja. Paroki adalah urusan  bersama. Tentu saja pelaksanaan konkritnya membutuhkan pembagian tugas yang jelas dan organisasi yang mantap, mentalitas yang memadai, kepemimpinan yang partisipatif, cara kerja dan programasi yang konseptual-sistematis, tetapi itu semua adalah sarana dan ungkapan untuk mengembangkan gagasan teologis yang lebih mendalam dan mendasar: berparoki berarti bersama-sama menggereja.

 

Perlunya Dewan Pastoral Paroki[1]

Tujuan Dewan Pastoral Paroki sangat operasional, yakni terlaksananya panggilan dan perutusan umat Allah untuk berpartisipasi secara aktif dalam hidup dan kegiatan pastoral paroki. Umat dipanggil tidak hanya untuk berkarya, melainkan juga dan pertama-tama untuk menghayati imannya sebagai umat paroki, sebagai umat Allah yang hidup. Secara organisatoris dan kelembagaan partisipasi umat dijalankan melalui perwakilan dalam Dewan Pastoral Paroki, sebagai team pastoral Pastor Kepala Paroki.

Umat Allah yang terdiri dari kaum awam, imam,  dan religius mempunyai karisma khas, namun semua dipersatukan dalam perutusan Kristus. Dalam Dewan Pastoral Paroki terbina dan terpadulah aneka ragam pelayanan dalam hidup menggereja (LG 32). Dewan ini dibentuk di setiap paroki berdasarkan penilaian Uskup  diosesan mengenai kegunaannya, setelah mendengarkan Dewan Imam.[2]  Dewan ini diatur oleh norma-norma hukum Gereja dan juga yang ditetapkan oleh Uskup diosesan (kan. 536 §2). Norma yang ditetapkan oleh Uskup diosesan untuk diberlakukan di semua paroki di wilayah Keuskupan Surabaya dituangkan dalam Pedoman Dasar ini. 


 

BAB I

ISTILAH-ISTILAH

 

Pasal 1

Daerah Gerejawi

  1. Keuskupan adalah persekutuan umat Katolik dalam wilayah geografis tertentu, yang penggembalaannya dipercayakan kepada Uskup, dibantu oleh para pastor yang mendapatkan perutusan dan wewenang darinya.
  2. Paroki adalah adalah persekutuan umat beriman kristiani yang dibentuk secara tetap dalam batas-batas wilayah tertentu di keuskupan, yang reksa pastoralnya dipercayakan kepada Pastor Kepala Paroki sebagai gembalanya sendiri di bawah otoritas Uskup diosesan
  3. Wilayah merupakan sejumlah lingkungan yang berdekatan.
  4. Lingkungan merupakan bagian dari paroki yang terdiri dari sejumlah keluarga.
  5. Stasi merupakan  bagian dari paroki yang karena jumlah umat dan jauhnya jarak dari pusat paroki, terhitung sebagai Lingkungan atau Wilayah.
  6. Kuasi-paroki adalah persekutuan  kaum beriman kristiani tertentu dalam Gereja Partikular yang dipercayakan kepada seorang imam sebagai gembalanya sendiri, dan yang karena keadaan khusus belum didirikan sebagai paroki.

 

Pasal 2

Perangkat Gerejawi

  1. Pastor Paroki
    • Istilah Pastor Paroki untuk menunjuk semua pastor yang menjalankan reksa pastoral paroki.
  2. Pastor Kepala Paroki
    • adalah pastor yang mendapatkan perutusan dan tanggung jawab dari Uskup untuk memimpin paroki, dalam kerjasama dengan Pastor Rekan dan Dewan Pastoral Paroki. Ex officio  disebut Ketua Umum Dewan Pastoral Paroki
  3. Pastor Rekan
    • adalah pastor yang mendapatkan perutusan dan tanggung jawab dari Uskup untuk ikut serta dalam penggembalaan umat paroki, dalam kepemimpinan Pastor Kepala Paroki. Ia juga disebut Wakil Ketua Umum Dewan Pastoral Paroki.
  4.  Katekis
    • adalah orang yang mempunyai latar belakang pendidikan pastoral kateketik yang  memperoleh misio kanonika untuk diutus mengabdikan diri secara purna waktu pada Gereja  setempat di mana dia diutus.
  5.  Dewan Pastoral Paroki
    • adalah dewan di mana  Pastor Paroki dan para wakil umat memikirkan, memutuskan dan mengupayakan bersama-sama semua yang berkaitan dengan kehidupan iman umat serta pelaksanaan panggilan dan tugas untuk menguduskan, mewartakan, dan menggembalakan umat lewat pancatugas Gereja, yakni Liturgia, diakonia, kerygma, koinonia, martyria.
  6. Dewan Pastoral Paroki Harian
    • adalah badan pengurus paroki yang sehari-hari bertugas dan bertanggungjawab melaksanakan reksa pastoral umat dalam batas-batas wilayah paroki. Dewan Pastoral Harian terdiri dari Pastor Kepala Paroki sebagai Ketua Umum, Pastor Rekan sebagai Wakil Ketua Umum,[3]  Sekretaris, Bendahara dan para Ketua DPP (Ketua bidang).
  7. Dewan Pastoral Paroki Inti[4]
    • adalah Dewan Pastoral  Paroki Harian ditambah dengan para Ketua Seksi DPP dan para Ketua Wilayah/Stasi
  8. Perangkat Gerejawi
    • adalah Dewan Pastoral  Inti bersama para ketua Lingkungan,  wakil biara, persekolahan Katolik dan wakil-wakil organisasi Katolik  / kelompok kategorial yang ada di paroki.
  9. Bidang  pastoral
    • adalah berbagai bidang hidup menggereja yang dinilai penting dan mendapat perhatian khusus dalam karya pastoral paroki dan keuskupan. Perhatian khusus ini tercermin dari dibentuknya seksi di Dewan Pastoral Paroki (DPP) atau komisi di Keuskupan. Ada 4 (empat) bidang pastoral, yakni: bidang Pembinaan, bidang Sumber, bidang Kerasulan khusus, bidang Kerasulan umum.
  10. Seksi
    • adalah tim kerja yang dibentuk untuk melaksanakan tugas Dewan Pastoral Paroki dalam bidang-bidang tertentu dari reksa pastoral umat.
  11. Badan Gereja Katolik Paroki
    • Adalah Dewan Keuangan Paroki yang dibentuk oleh Uskup (bdk. KHK Kan 537) di masing-masing paroki, sebagai badan Hukum Gerejawi.

 

 

BAB II

FUNGSI DAN TUGAS PASTOR PAROKI

Pasal 3

Hakekat Pastor Paroki

  1. Pastor Paroki adalah pastor yang mendapat SK dari uskup untuk menjalankan karya pastoral di paroki.
  2. Pastor kepala paroki adalah seorang gembala yang menerima otoritas dari Uskup[5] untuk menunaikan reksa pastoral  dengan mengambil-bagian dalam tritugas Kristus dalam tugas, mengajar, menguduskan dan memimpin.
  3. Pastor kepala paroki menunaikan tugas pastoral bertindak atas nama Gereja sebagai "pastores proprius".[6]
  4. Pastor rekan adalah adalah pastor yang mendapatkan perutusan dan tanggung jawab dari Uskup untuk ikut serta dalam penggembalaan umat paroki, dalam kepemimpinan Pastor Kepala Paroki.

 

Pasal 4

Pengangkatan Pastor Paroki

Pastor kepala paroki dan/atau pastor rekan diangkat secara bebas oleh Uskup diosesan melalui S.K. Pengangkatan.

 

Pasal 5

Tugas umum Pastor Paroki

Pastor Paroki memiliki dan mengemban tugas:[7]

  1. Mewujudkan persekutuan dan kebersamaan, serta bekerja sebagai tim dalam pelayanan pewartaan, pengudusan, dan penggembalaan umat.
  2. Menjadi pengilham, penggerak, dan pemersatu umat.[8]
  3. Memberdayakan peranan khas umat awam dalam perutusan Gereja.[9]

 

Pasal 6

Tugas Pastor Kepala Paroki

Pastor Kepala Paroki bertugas:

  1. Berdasarkan jabatannya mewakili Uskup diosesan di paroki, mengemban tanggungjawab khusus, serta ex officio menjadi Ketua Umum Dewan Pastoral Paroki, sekaligus gembala bagi umat paroki yang diserahkan dalam reksa pastoralnya. Ia menjalankan tugas mengajar, menguduskan dan memimpin umat, dalam semangat kerjasama dengan Pastor rekan dan Dewan Pastoral Paroki.
  2. Dalam semua urusan yuridis, Pastor Kepala Paroki mewakili badan hukum paroki menurut norma hukum.
  3. Sebagai penanggungjawab utama segala urusan administratif gerejani.
  4. Secara adil dan bijaksana berbagi tugas dengan Pastor Rekan, dengan tetap berlaku penugasan-penugasan khusus sesuai SK Pengangkatan masing-masing, jika ada.
  5. Ia mempertanggungjawabkan kepemimpinannya kepada Uskup diosesan.

 

Pasal 7

Tugas  Pastor Rekan

Pastor Rekan berfungsi dan bertugas:

  1. Ex officio menjadi Wakil Ketua Umum Dewan Pastoral Paroki.
  2. Sebagai rekan-kerja dan di bawah koordinasi pastor kepala paroki, memberikan bantuan dalam pelayanan pastoral, dengan musyawarah dan usaha bersama.
  3. Pastor rekan, dengan kharisma tahbisan imamatnya, aktif berperanserta memimpin dan menggembalakan umat, di bawah kepemimpinan pastor kepala paroki. Dalam semangat persaudaraan dan tanggung jawab ia wajib mengkomunikasikan tugas-tugasnya kepada pastor kepala paroki.
  4. Melaksanakan tugas kepemimpinan paroki untuk sementara, bila paroki lowong dan juga bila pastor kepala paroki terhalang untuk melakukan tugas pastoralnya, sebelum diangkat Administrator Paroki. Bila ada beberapa pastor rekan, tugas kepemimpinan dilaksanakan oleh yang terdahulu pengangkatannya.
  5. Dimungkinkan ada pastor rekan asistensial, yang karena SK penugasan khusus dari Uskup, bukan pertama-tama berfungsi teritorial sebagaimana umumnya pastor rekan, namun karena tinggal di paroki tertentu selama menjalankan tugas yang bersifat non-parokial.

 

Pasal 8

Pemberhentian Pastor Kepala Paroki dan Pastor Rekan

Pastor kepala paroki dan/atau pastor rekan berhenti dari jabatan mereka, karena:

  1. Pemberhentian oleh Uskup diosesan menurut norma hukum;
  2. Pemindahan oleh Uskup diosesan menurut norma hukum;
  3. Pengunduran diri dengan alasan yang wajar, namun demi sahnya harus diterima oleh Uskup diosesan;
  4. Habisnya masa jabatan, jika ia diangkat untuk jangka waktu tertentu;
  5. Meninggal dunia.

 

BAB III

KATEKIS PAROKI[10]

 

Pasal 9

Hakekat

  • Katekis adalah orang yang mempunyai latar belakang pendidikan pastoral kateketik yang memperoleh perutusan resmi Gerejani (misio kanonika) untuk diutus mengabdikan diri secara purna waktu [11]  pada Gereja setempat di mana dia diutus.

 

Pasal 10

Tugas dan tanggungjawab

  1. Tugas Katekis adalah mengembangkan iman umat dalam hidup menggereja  melalui pengajaran, pendampingan dan  kesaksian hidup kristiani,  sehingga iman umat menjadi hidup, disadari dan penuh daya (bdk. KHK 1983 kan. 773). Juga tugas-tugas lain yg diberikan oleh pastor kepala paroki.
  2. Katekis mendapat tugas perutusan dalam lingkup karya pastoral paroki.  
  3. Tugas dan karya dilaksanakan dan dihayati dalam kerangka pelayanan pastoral Keuskupan Surabaya. Semua gerak langkah pastoralnya terbuka terhadap dinamika hidup Gereja “communio” Keuskupan Surabaya seutuh-utuhnya.
  4. Para katekis mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugasnya  kepada pastor kepala paroki.

 

Pasal 11

Pembinaan Katekis

 

  1. Pembinaan diri para katekis pertama-tama merupakan tanggungjawab katekis itu sendiri. [12]
  2. Pembinaan tersebut juga menjadi tanggungjawab pastor kepala paroki, dalam pelaksanaannya dapat  bekerjasama dengan Komisi Kateketik atau lembaga-lembaga yang terkait.

 

Pasal 12

Sistem Penggajian

Sistem penggajian para Katekis diatur oleh aturan kepegawaian paroki  masing-masing, dalam koordinasi dengan keuskupan.

 

 

BAB  IV

HAKEKAT, TUJUAN, FUNGSI DAN WEWENANG DEWAN PASTORAL PAROKI

 

Pasal 13

Hakekat Dewan  Pastoral Paroki

  1. Suatu Dewan di mana pastor paroki bersama wakil umat memikirkan, memutuskan, dan melaksanakan apa yang perlu dan bermanfaat bagi penyelenggaraan dan pengembangan karya pelayanan pastoral di paroki.
  2. Persekutuan/komunitas yang mengilhami segenap umat paroki agar dapat melangkah dalam satu semangat dan keserempakan kerja.

 

Pasal  14

Tujuan

Tujuan pembentukan Dewan Pastoral Paroki ialah terlaksananya panggilan dan perutusan Umat Allah untuk berpartisipasi secara aktif dalam hidup dan karya pastoral Paroki.[13]

 

Pasal  15

Fungsi

Fungsi Dewan Pastoral Paroki ialah:

  1. Sebagai wadah struktural dan fungsional dalam melaksanakan tanggungjawab bersama dan partisipasi Umat dalam menggereja;
  2. Sebagai dewan musyawarah dan kerjasama, di mana  pastor paroki dan wakil Umat memberikan pertimbangan, penilaian, pendapat dan usulan, dalam rangka membantu Ketua Umum mengambil keputusan mengenai semua persoalan yang menyangkut seluruh komunitas paroki.

 

Pasal  16

Sifat

Dewan Pastoral Paroki memiliki suara konsultatif [14]

 

Pasal 17

Wewenang

Wewenang atau kompetensi Dewan Pastoral adalah karya pastoral. [15]

 

BAB  V

TUGAS-TUGAS DEWAN PASTORAL PAROKI

 

Pasal  18

Tugas utama

Tugas utama Dewan Pastoral Paroki adalah:

  1. Mempelajari, dan mempertimbangkan apa yang berkaitan dengan aktivitas-aktivitas pastoral dan mengajukan kesimpulan-kesimpulan praktis mengenai karya  pastoral tersebut.
  2. Di bawah kepemimpinan pastor paroki, menetapkan hal-hal yang harus dilaksanakan dalam karya pastoral paroki.
  3. Secara konkrit tugas tersebut dilaksanakan dengan:
  1. Merencanakan dan melaksanakan serta mengevaluasi program kerja.
  2. Menjaga kesinambungan dan keberlanjutan program kerja.
  3. Dalam semangat persekutuan, mewujudnyatakan arah gerak dan kebijakan keuskupan.

 

 

Pasal  19

Tugas Dewan Pastoral Paroki Harian

Dewan Pastoral  Paroki Harian bertugas:

    1. Menyelenggarakan pengelolaan paroki sehari-hari.
    2. Membuat perencanaan paroki, mengawasi pelaksanaannya dan melakukan evaluasi teratur atasnya.
    3. Menyelenggarakan rapat/pertemuan Dewan Pastoral Paroki  Inti dan Dewan Pastoral  Paroki Pleno.
    4. Menggerakkan Dewan Pastoral Paroki Inti dan Dewan Pastoral Paroki Pleno untuk bertugas sesuai arah pastoral Keuskupan dan rencana kerja paroki.
    5. Memberikan tugas dan pendampingan kepada Seksi-seksi, Wilayah dan Panitia.

 

 

 

Pasal  20

Tugas  Dewan Pastoral Paroki Inti

Dewan Pastoral  Paroki Inti bertugas:

  1. Secara umum mendukung dan memperkaya wawasan Dewan Pastoral Paroki Harian dalam hal-hal yang membutuhkan koordinasi Seksi, Wilayah/Stasi, memikirkan dan mengusahakan kerjasama pastoral yang diperlukan dalam tingkat lingkungan.
  2. Mendorong agar perencanaan paroki berjalan baik di tingkat Wilayah/Stasi maupun lingkungan.

 

Pasal  21

Tugas  Dewan Pastoral Paroki Pleno

Dewan Pastoral Paroki Pleno bertugas:

  1. Secara umum, melaksanakan reksa pastoral terhadap seluruh umat paroki.
  2. Berperan serta dalam perencanaan pastoral paroki dan menjabarkannya dalam kegiatan-kegiatan yang lebih rinci di tingkat lingkungan dan kelompok kecil umat.
  3. Memberikan masukan mengenai kebutuhan konkret umat paroki.
  4. Ikut serta dalam pengusulan nama calon-calon Dewan Pastoral Paroki  Harian.

 

 

BAB VI

WILAYAH,  LINGKUNGAN DAN STASI

 

Pasal  22

Wilayah

  1. Wilayah adalah pengelompokan sejumlah Lingkungan yang berdekatan. [16] 
  2. Ketua Wilayah dipilih oleh Dewan Pastoral Paroki Harian dari antara calon-calon yang diusulkan oleh musyawarah Lingkungan-lingkungan atau pihak-pihak lain.
  3. Ketua Wilayah bertugas:
    1. mengkoordinasikan kegiatan yang sungguh-sungguh diperlukan oleh lingkungan-lingkungan yang berada di wilayahnya, yang tidak dapat dilakukan sendiri oleh lingkungan, dengan memperhatikan arah dasar pastoral Keuskupan;
    2. mewakili lingkungan-lingkungan yang berada di wilayahnya dalam rapat-rapat Dewan Pastoral Paroki Inti;
    3. memastikan bahwa perencanaan Dewan Pastoral Paroki terlaksana baik dalam lingkungan-lingkungan yang berada dalam wilayahnya.
  4. Susunan Pengurus Wilayah dibentuk sesederhana mungkin, terdiri dari satu orang ketua

dan seorang sekretaris saja dan hanya kalau perlu dilengkapi dengan beberapa anggota lain.

 

Pasal 23

Lingkungan

  1. Lingkungan adalah kelompok umat yang lebih kecil (sejumlah keluarga) yang merupakan bagian dari paroki, di mana hidup menggereja dapat berjalan lebih intensif. Dalam dan melalui lingkungan, nilai-nilai komunitas dasar (kelompok kecil umat) yang sejati dihayati sesuai dengan situasi dan kondisi di situ.
  2. Pengurus lingkungan diangkat dengan surat keputusan oleh Dewan Pastoral Paroki Harian dari antara calon-calon yang diusulkan melalui musyawarah umat lingkungan yang bersangkutan.
  3. Susunan pengurus lingkungan disesuaikan dengan kebutuhan, tetapi sebaiknya terdiri dari ketua, sekretaris, bendahara dan beberapa ketua seksi tingkat lingkungan.
  4. Para ketua lingkungan dalam periode pelayanan tertentu  dilantik oleh pastor paroki dalam suatu Perayaan Ekaristi.
  5. Pengurus lingkungan bertugas:
    1. melakukan pendataan warga lingkungan dengan tujuan supaya mereka makin terlayani;
    2. mengatur penyelenggaraan ibadat bersama, pendalaman iman dan Ekaristi bagi warga lingkungan;
    3. mengusahakan terwujudnya semangat persaudaraan dan pelayanan antar warga Lingkungan dan dengan warga masyarakat sekitar;
    4. mendorong warga lingkungan agar berperanserta dalam kegiatan-kegiatan RT/RW setempat;
    5. mengikutsertakan umat lingkungan dalam peristiwa-peristiwa penting dalam keluarga warga lingkungan, seperti kelahiran, pembaptisan, pertunangan, perkawinan, sakit dan kematian;
    6. mewujudkan solidaritas kepada warga lingkungan yang menderita dan berkekurangan; yang sakit dan yang lanjut usia;
    7. memperhatikan anak-anak supaya mereka mendapatkan pendidikan Katolik sejak dini dan memperhatikan kaum muda agar mereka didampingi dalam pembentukan nilai-nilai Kristiani;
    8. bekerjasama dengan seluruh warga lingkungan untuk menemukan ungkapan-ungkapan kreatif yang melibatkan semakin banyak warga.
    9. mengusahakan agar warga lingkungan yang belum bisa aktif tetap disapa dan dijadikan bagian dari persaudaraan lingkungan.
  6. Pengurus lingkungan bertanggung-jawab kepada Dewan Pastoral Paroki Harian.

 

 

Pasal 24

STASI

  1. Stasi adalah bagian dari paroki, yang karena situasi dan pertimbangan khusus,[17]  memerlukan pengaturan reksa pastoral  secara khusus dari paroki.
  2. Pembentukan stasi tidak selalu dimaksudkan sebagai persiapan membentuk paroki. Namun pengembangan/pemecahan suatu paroki menjadi dua paroki dapat diproses melalui tahap stasi terlebih dahulu.
  3. Pembentukan stasi diputuskan oleh Pastor paroki bersama dengan Dewan Pastoral Paroki Harian, setelah mendapatkan persetujuan Uskup.
  4. Untuk menjalankan reksa pastoral dalam stasi, Dewan Pastoral  Paroki Harian sebaiknya membentuk Pengurus Stasi.
  5. Pengurus Stasi mempertanggungjawabkan tugasnya kepada pastor kepala paroki.
  6. Pencatatan administratif warga stasi (baptis, penguatan, perkawinan, kematian) masih digabungkan dalam buku administratif paroki. Stasi hendaknya juga memiliki buku catatan tentang administrasi tersebut. Demikian pula laporan keuangan periodik stasi dikonsolidasikan dalam laporan dan neraca paroki.

 

 

BAB VII

BIDANG-BIDANG dan  SEKSI-SEKSI

 

Pasal 25

Bidang-Bidang Pastoral

  1. Pola Pastoral berbasis persekutuan  secara struktural dibangun dalam empat bidang : Pembinaan, Sumber, Kerasulan Khusus dan Kerasulan Umum.
  2. Yang dimaksud dengan Bidang Pembinaan adalah seksi-seksi yang berbasis subyek bina pastoral mulai dari Keluarga, Anak-anak, Remaja, Orang Muda
  3. Yang dimaksud dengan Bidang Sumber adalah seksi-seksi yang berbasis pada acuan kehidupan iman, yakni Katekese, Liturgi, dan Kerasulan Kitab Suci
  4. Yang dimaksud dengan Bidang Kerasulan Khusus : adalah kegiatan diakonia dan martyria gerejani di mana Yesus dihadirkan  di dalam lingkungan Gereja (missio ad intra). Yang termasuk di dalamnya: Karya Misioner, Pendidikan, dan Komunikasi Sosial.
  5. Yang dimaksud dengan Bidang Kerasulan Umum: adalah kegiatan diakonia dan martyria di mana nilai-nilai injili dihadirkan dalam masyarakat luas  (missio ad extra). Yang termasuk di dalamnya: Kerasulan Awam, Hubungan Antar Agama dan Kepercayaan, Pengembangan Sosial Ekonomi.  
  6. Tugas Ketua Bidang :
  1. Mengkoordinir, mengkomunikasikan dan mensinkronisasikan programasi seksi-seksi yang ada di dalamnya.
  2. Bertanggung jawab kepada Ketua Umum DPP
  3. Dalam semangat persekutuan membangun komunikasi, koordinasi dan sinkronisasi dengan para ketua bidang.
  4. Mempertanggungjawabkan secara tertulis tugas-tugas sebagaimana tercantum dalam pasal 18 kepada Ketua Umum DPP.

 

Pasal  26

Seksi-seksi

  1. Ketua Seksi dipilih oleh Dewan Pastoral Paroki Harian[18]
  2. Anggota Seksi dipilih dan diangkat oleh Ketua Seksi setelah berkonsultasi dengan Dewan Pastoral Paroki Harian.
  3. Susunan dan jumlah Pengurus Seksi disesuaikan dengan kebutuhan setempat.
  4. Pengurus Seksi bertugas:
  1. Mempelajari , mempertimbangkan apa yang berkaitan dengan aktivitas-aktivitas pastoral dan mengajukan kesimpulan-kesimpulan praktis mengenai karya  pastoral tersebut.
  2. Di bawah kepemimpinan pastor paroki, dan bersama ketua bidang masing-masing, menetapkan hal-hal yang harus dilaksanakan seksinya dalam mendukung karya pastoral paroki.
  1. Pengurus Seksi bertanggung jawab kepada Dewan Pastoral Paroki  Harian.
  2. Demi kelancaran koordinasi, jenis dan nama Seksi hendaknya mengacu pada jenis dan nama Komisi Keuskupan.[19]

 

 

BAB VIII

ORGANISASI, BIARA, PASTORAL TERITORIAL, KATEGORIAL  DAN ASISTEN IMAM

 

Pasal 27

Organisasi dan Perkumpulan Katolik

  1. Organisasi dan Perkumpulan Katolik yang mempunyai kepengurusan tingkat paroki hendaknya ikut berperan serta dalam kegiatan-kegiatan dalam paroki, dengan mengingat tujuan organisasi serta sesuai dengan anggaran dasar masing-masing.
  2. Peran serta mereka ditentukan dalam koordinasi dengan Dewan Pastoral Paroki. Wakil-wakil mereka masuk dalam Dewan Pastoral Paroki Pleno.

 

Pasal 28

Wakil Biara atau Komunitas

Wakil Biara terwakili dalam Dewan Pastoral Paroki Pleno, sesuai dengan visi Gereja sebagai Umat Allah yang meliputi juga kaum religius. Mereka diharapkan mempunyai cita-rasa berparoki yang benar dan melibatkan diri secara nyata dalam hidup dan karya paroki, serta menurut ciri khas panggilan mereka, mengintegrasikan semangat dan pelayanan pada reksa pastoral paroki/ keuskupan.

 

Pasal 29

Reksa Pastoral Teritorial

  1. Reksa pastoral teritorial adalah penggembalaan umat berdasarkan batas-batas wilayah (Paroki, Wilayah, Lingkungan). Dalam reksa pastoral teritorial umat dari pelbagai latar belakang golongan dan kelompok, bertemu dan bertanggungjawab atas kehidupan Gereja di tempat tinggalnya, baik di paroki maupun di lingkungannya.
  2. Reksa pastoral teritorial dibuat agar umat dalam lingkup paroki dan lingkungan makin terjamin dan mendapatkan kepastian dalam pelayanan sakramen, persekutuan, pewartaan dan pengabdian sosial.

 

Pasal 30

Reksa Pastoral Kategorial

  1. Reksa pastoral kategorial adalah penggembalaan umat yang menanggapi kebutuhan khas dan nyata dari kelompok-kelompok dan golongan-golongan umat tertentu. Hal ini merupakan usaha menjawab tantangan penghayatan iman yang khas dalam profesi dan latar belakang mereka sehingga tetap berpijak pada ajaran iman dan moral Katolik. Reksa pastoral kategorial lebih menitikberatkan kekhasan panggilan kelompok umat beriman daripada tempat tinggal mereka.
  2. Reksa pastoral ini mengajak para awam untuk menyadari tugas kerasulan dan panggilan pengudusan dalam pekerjaan dan tanggung jawab mereka sebagai warga masyarakat dan bangsa.
  3. Dalam pelayanan kategorial, masalah dan tantangan yang berasal dari profesi dan latar belakang ditanggapi dalam terang iman secara khusus. Dengan demikian umat dapat mengembangkan kerasulannya sebagai orang beriman Kristiani dalam profesi dan latar belakangnya yang khas.

 

Pasal  31

Keselarasan Reksa Pastoral Teritorial dan Kategorial

Dewan Pastoral Paroki mengembangkan kedua reksa pastoral tersebut secara selaras. Keduanya dibantu untuk tidak bertentangan, tetapi saling mengisi dan melengkapi, dengan kesadaran bahwa orang beriman seharusnya menemukan basis penghayatan imannya dalam keluarga dan dan dalam relasi dengan lingkungan gerejani dan masyarakat sekitarnya

 

Pasal 32

ASISTEN IMAM

  1. Asisten Imam diusulkan oleh Pastor  Kepala Paroki dan diangkat dengan Surat Keputusan dari Uskup.
  2. Tugas seorang Asisten Imam adalah membantu pastor paroki dalam hal pelayanan:
    1. membagi komuni dalam perayaan Ekaristi;
    2. mengantarkan komuni pada orang sakit;
    3. memimpin ibadat untuk orang yang meninggal;
    4. Tugas-tugas lain yang diberikan pastor paroki, misalnya: memimpin ibadat sabda.  
  3. Lingkup pelayanan Asisten Imam terbatas dalam paroki tempat ia diangkat untuk jangka waktu 3 tahun. Masa tugas ini dapat diperpanjang  untuk satu periode berikutnya.
  4. Pelantikan Asisten Imam dipimpin oleh romo vikep / pastor kepala paroki dalam perayaan Ekaristi.
  5. Pembinaan Asisten Imam ada dalam tanggungjawab pastor kepala paroki.

 

 

BAB IX

TATAKERJA DEWAN PASTORAL PAROKI

Pasal  33

Cara  dan Semangat kerja

  1. Dewan Pastoral Paroki melaksanakan reksa pastoral dengan cara dan suasana kerja yang diresapi semangat Gembala Baik; penuh kasih, persaudaraan dan pelayanan; sambil mengusahakan hal-hal yang makin mempersatukan umat dan menumbuhkan kepemimpinan yang partisipatif.
  2. Peraturan-peraturan yang dibuat tidak dimaksudkan untuk menciptakan birokrasi tetapi untuk memupuk semangat ketertiban dan keteraturan dalam lembaga Gereja.

 

Pasal 34

Perencanaan Pastoral

  1. Perencanaan pastoral oleh Dewan Pastoral Paroki dibuat dengan mengacu pada Arah Dasar Pastoral Keuskupan dan dalam keselarasan dengannya.
  2. Perencanaan hendaknya dilakukan di awal masa kepengurusan Dewan Pastoral Paroki, dalam suatu rapat kerja yang melibatkan segenap pengurus.
  3. Penjabaran rencana kerja hendaknya dilakukan dalam program tahunan dengan memperhatikan keadaan nyata dan kekhasan paroki masing-masing.
  4. Pada akhir masa kepengurusan, diadakan evaluasi atas perencanaan pastoral dan pelaksanaannya.
  5. Perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi hendaknya selalu didokumentasikan dengan baik secara tertulis dan tersimpan di arsip paroki.

 

Pasal 35

Pengaturan Waktu Pertemuan

  1. Pertemuan Dewan Pastoral  Harian diadakan paling sedikit sebulan sekali, untuk menjamin komunikasi dan terlaksananya fungsi Dewan Pastoral Paroki.
  2. Pertemuan Dewan Pastoral Inti diadakan paling sedikit 4 (empat) bulan sekali untuk membicarakan hal-hal yang membutuhkan koordinasi pastoral antar lingkungan dan dalam rangka kepanitiaan.
  3. Pertemuan Dewan Pastoral  Pleno diadakan paling sedikit 2 (dua) kali setahun. Dalam pertemuan ini seluruh peserta, kecuali membicarakan program-program paroki, juga sebaiknya mendapatkan pengarahan dan pembekalan yang sesuai dengan Arah Dasar Pastoral Keuskupan.
  4. Pertemuan antara Ketua Wilayah dengan para Ketua Lingkungan diadakan paling sedikit 4 (empat) bulan sekali sebagai persiapan atau tindak lanjut pertemuan Dewan Pastoral  Paroki Inti dan untuk melakukan koordinasi lingkungan sesuai dengan kebutuhan.
  5. Pertemuan lingkungan diadakan paling sedikit sebulan sekali.
  6. Pertemuan Seksi diadakan paling sedikit 2 (dua) bulan sekali.
  7. Kecuali pertemuan-pertemuan rutin di atas, perlu dibuat:
    1. perencanaan program kerja di awal masa jabatan,
    2. monitoring atas pelaksanaannya, dan
    3. evaluasi, baik secara rutin maupun secara umum di akhir masa penugasan.
  8. Masing-masing paroki dapat menetapkan frekwensi pertemuan yang lebih sesuai dengan situasi dan kondisinya dan ditetapkan dalam Pedoman Rumah Tangga.

 

 

BAB X

KEANGGOTAAN

 

Pasal 36

Syarat kualitatif Pengurus Dewan Pastoral Paroki

Kualifikasi Pengurus Dewan Pastoral Paroki didasarkan atas:

  1. Hidup kristiani yang baik,
  2. Diterima oleh umat,
  3. Sanggup, sempat dan mampu bekerja,
  4. Mampu bekerjasama,
  5. Mau mengembangkan diri dalam bidang pelayanan pastoral,
  6. Sekurang-kurangnya berumur genap 18 tahun,
  7. Berdomisili di paroki setempat.

 

Pasal 37

Syarat kualitatif Ketua Bidang

Selain memenuhi syarat kualitatif yang ditentukan pasal 35, a-e di atas, untuk dapat menjadi Ketua Bidang Dewan Pastoral Paroki, seseorang haruslah:

  1. Berumur sekurang-kurangnya 30 tahun
  2. Sehat jasmani dan rohani, serta sanggup melaksanakan tugas sebagai Ketua,
  3. Sekurang-kurangnya telah 3 (tiga) tahun berdomisili di paroki,
  4. Diusulkan oleh umat melalui Ketua Lingkungan.

 

Pasal 38

Klasifikasi berdasarkan cara menjadi anggota

Anggota Dewan Pastoral Paroki terdiri dari:

  1. Anggota ex officio berdasarkan jabatan dan fungsi khusus, menurut norma hukum.
  2. Anggota terpilih, yakni yang dipilih secara langsung dan rahasia oleh umat sendiri atau  perwakilannya.
  3. Anggota utusan, yakni yang diutus oleh lembaga-lembaga gerejawi.
  4. Anggota yang diangkat oleh pastor kepala paroki , dengan mendengarkan pendapat anggota yang lain.

 

Pasal 39

Cara Pemilihan

Cara pencalonan dan pemilihan ditentukan dalam Pedoman Rumah Tangga masing-masing Paroki.

 

Pasal 40

Masa Jabatan

Masa tugas anggota Dewan Pastoral Paroki untuk 1 (satu) periode adalah 3 (tiga) tahun. Jabatan yang sama dapat dipegang oleh orang yang sama hanya untuk 2 (dua) kali periode berturut-turut.

 

Pasal 41

Penggantian Selama Masa Jabatan Aktif

Penggantian dan alasan-alasan penggantian anggota selama masa tugas masih aktif, diatur dalam Pedoman Rumah Tangga.

 

 

BAB  XI

KOORDINASI PASTORAL TINGKAT KEVIKEPAN

 

Pasal 42

Forum-forum Kevikepan

  1. Setiap paroki memiliki kekhasan masing-masing. Agar pelayanan di tiap paroki semakin terarah serta terbangunnya semangat persekutuan di tingkat kevikepan , Pastor Vikep hendaknya menghimpun para pastor dan Dewan Pastoral Paroki sewilayahnya dalam pertemuan berkala untuk membahas masalah-masalah pastoral.
  2. Hendaknya dibentuk forum-forum kevikepan, yakni: Forum Kolegialitas Romo-romo Kevikepan, Forum Pastoral Kevikepan, Forum Komunikasi Pastoral Serumpun.

 

Pasal 43

Forum Kolegialitas Romo-romo Kevikepan

  1. Forum Kolegialitas Romo-romo Kevikepan adalah forum pertemuan semua romo se kevikepan dalam mengusahakan : koordinasi pastoral; kolegialitas; hidup rohani para imam dalam pelayanan pastoral jemaat di kevikepan.
  2. Semangat yang hendak diwujudkan (eklesiologinya) adalah koordinasi, partisipasi dan kolegialitas/ kebersamaan.

 

Pasal 44

Forum Pastoral Kevikepan

  1. Forum Pastoral Kevikepan adalah forum pertemuan Tim Kerja Pastor Vikep  bersama dengan Pastor Paroki, pengurus harian DPP (2-3 orang), anggota Dewan Pastoral Keuskupan dan katekis (jumlah sesuai keadaan).
  2. Tujuannya adalah untuk membahas masalah pastoral di kevikepan dan membuat perencanaan pastoral bersama yang dilaksanakan di tingkat kevikepan atau paroki.
  3. Semangat yang hendak diwujudkan adalah: koordinasi, kolegialitas dan partisipasi paroki dalam pastoral di kevikepan.

 

Pasal 45

Forum Komunikasi Pastoral Serumpun

  1. Forum Komunikasi Pastoral Serumpun adalah forum komunikasi dan koordinasi  seksi-seksi dalam bidang pastoral yang serumpun untuk membuat kegiatan bersama di tingkat kevikepan.
  2. Semangat yang hendak diwujudkan adalah: koordinasi dan kebersamaan.

 

 

BAB  XII

BADAN GEREJA KATOLIK PAROKI

 

Pasal 46

Asas, Tujuan dan Fungsi

Asas Badan Gereja Katolik Paroki (BGKP) adalah Iman Kristiani yang Satu, Kudus, Katolik dan Apostolik, sebagaimana tercantum dalam Kitab Suci, Tradisi dan Magisterium Gereja.

Tujuan BGKP  adalah:

  1. terwujudnya panggilan umat beriman kristiani dengan berpartisipasi secara bertanggungjawab dalam hidup Gereja, di bidang urusan perekonomian dan pengelolaan harta benda Gereja;
  2. mengusahakan agar paroki semakin mandiri secara ekonomis.

 

BGKP berfungsi sebagai:

  1. badan konsultatif yang membantu pastor paroki dalam membuat kebijakan-kebijakan di bidang perekonomian dan pengelolaan harta benda Gereja;
  2. wadah struktural dan fungsional yang membantu pastor paroki dalam melaksanakan tanggungjawab di bidang perekonomian dan pengelolaan harta benda Gereja.

 

BAB XIII

KEPENGURUSAN BADAN GEREJA KATOLIK PAROKI

 

Pasal 47

Pengurus

  1. Kepengurusan BGKP  terdiri atas sejumlah umat beriman kristiani sekurang-kurangnya  3 orang terdiri atas seorang ketua, sekretaris dan anggota. Pastor paroki sebagai gembala utama di paroki yang mendapat kepercayaan dari Uskup, ex officio menjadi ketua BGKP dan dibantu oleh beberapa umat beriman yang telah dipilih dan mampu mengemban tugas itu.
  2. Pengurus BGKP ditetapkan dan disahkan oleh Uskup atau wakilnya dalam upacara liturgi (bdk. Kan 492).

 

Pasal 48

Kualifikasi

 Kualifikasi anggota BGKP didasarkan pada:

  1. hidup kristiani yang baik;
  2. diterima oleh umat;
  3. memiliki kemampuan disiplin ilmu bidang ekonomi dan/atau hukum sipil; atau dianggap mampu ;
  4. berdedikasi, jujur dan bertanggungjawab dalam bekerja dan
  5. tidak memiliki hubungan darah sampai tingkat ke-empat atau semenda dengan Pastor paroki.

 

BAB XIV

TUGAS DAN KEWENANGAN BGKP

 

Pasal 49

Tugas dan kewenangan BGKP

Badan Gereja Katolik Paroki bertugas dan berwenang:

  1. bersama pastor paroki membuat anggaran pendapatan dan belanja Paroki;
  2. memberikan nasehat, saran, dan pertimbangan menyangkut pengelolaan harta benda Gereja kepada pastor paroki;
  3. memberikan masukan kepada pastor paroki tentang kontrak dan terutama pengalihan milik paroki;
  4. bersama pastor paroki memutuskan kebijakan pengelolaan menyangkut pengelolaan biasa dan luar biasa;
  5. membantu pastor paroki dalam memeriksa keuangan paroki per bulan;
  6. memeriksa dan menyetujui laporan pertanggungjawaban keuangan dari bendahara;
  7. menginventaris dengan teliti dan jelas semua harta benda yang bergerak maupun tidak bergerak, yang berharga dan bernilai budaya. Setelah diinventaris hendaknya disahkan dan dilaporkan kepada Uskup diosesan. Lembaran inventaris tersebut hendaknya disimpan dalam arsip administrasi di paroki dan lainnya di Keuskupan. Inventaris hendaknya diperbaharui pada setiap awal tahun;
  8. membantu pastor paroki dalam mengurus legalitas harta benda gereja sesuai dengan tuntutan hukum sipil yang berlaku
  9. mengadakan pertemuan rutin sekurang-kurangnya dua kali dalam setahun bersama pastor paroki;
  10. menetapkan setiap pengambilan uang paroki dari bank harus ditandatangani oleh bendahara dan pastor paroki; dan
  11. mengusulkan kepada pastor paroki tentang cara dan usaha penggalian dana demi terwujudnya paroki yang mandiri secara ekonomis.

 

Pasal 50

Tugas dan Kewenangan Pastor Paroki

Pastor  Paroki sebagai representasi Uskup di Paroki, atas nama Gereja merupakan pengelola utama semua harta benda Gereja, bertugas dan berwenang:

  1. mewakili badan hukum paroki di hadapan hukum sipil dalam segala perkara yuridis (bdk. Kan. 532);
  2. bertanggungjawab atas urusan perekonomian dan pengelolaan harta benda Gereja kepada Uskup Diosesan;
  3. membuat laporan rutin kepada Uskup setiap tahun tentang pengelolaan harta benda paroki, terutama bila terjadi penambahan atau pengurangan harta milik paroki;
  4. meminta pertimbangan BGKP menyangkut pengelolaan luar biasa keuangan Paroki; dan
  5. mengadakan pertemuan rutin bersama dengan BGKP sekurang-kurangnya 2 (dua) kali dalam setahun.

 

BAB XV

SUASANA KERJA DAN PERTEMUAN

 

Pasal 51

Suasana Kerja

Suasana kerja Badan Gereja Katolik Paroki didasarkan pada:

  1. semangat melayani, mengutamakan kepentingan umum dari pada diri sendiri;
  2. semangat kekeluargaan atas dasar cinta kasih dan persaudaraan kristiani; dan
  3. semangat musyawarah dalam kebersamaan sebagai umat Allah.

 

Pasal 52

Pertemuan

  1. Pertemuan diadakan sekurang-kurangnya dua kali dalam setahun atas undangan Pastor Kepala Paroki sebagai Ketua Badan Gereja Katolik Paroki;
  2. Pertemuan dipimpin oleh Pastor Paroki atau seorang anggota yang mendapatkan delegasi.

 

 

BAB XVI

KOORDINASI ANTARA DPP DENGAN BGKP

 

Pasal 53

Wewenang perolehan, pengelolaan dan pengalih-milikan harta benda paroki

Hal memperoleh, memiliki, mengelola dan mengalih-milikkan harta benda paroki merupakan hak asli dan wewenang Gereja saja, yang diselenggarakan oleh Badan Gereja Katolik Paroki (bdk. kan. 1254, 537, 1280).

 

Pasal 54

Kerjasama dan koordinasi dengan BGKP

Untuk mewujudkan kerjasama dan koordinasi yang baik dengan BGKP demi perencanaan dan pelaksanaan seluruh kegiatan pastoral paroki:

  1. Pastor-paroki ex officio menjadi Ketua BGKP paroki;
  2. Bendahara dan Sekretaris  Dewan Pastoral Paroki ex officio menjadi anggota BGKP Paroki;
  3. Dewan Pastoral Paroki secara periodik mengadakan pertemuan dengan BGKP.

 

Pasal 55

Anggaran belanja dan pertanggungjawaban

Dewan Pastoral Paroki mengajukan anggaran belanja untuk seluruh kegiatan Pastoral Paroki dan mempertanggungjawabkan pelaksanaan anggaran tersebut kepada BGKP.

 

BAB XVII

PERATURAN PERALIHAN

 

Pasal 56

Hak dan wewenang mendirikan, menutup, atau mengubah paroki

Hanyalah Uskup diosesan yang berhak mendirikan, meniadakan atau mengubah paroki. Namun, janganlah ia mendirikan atau meniadakan, atau pun mengadakan perubahan yang cukup signifikan mengenai paroki, sebelum mendengarkan Dewan Imam.

 

Pasal 57

Penetapan teritori paroki

Pembagian teritori sebuah paroki ke dalam Lingkungan-lingkungan, Wilayah dan Stasi, serta perubahan batas-batasnya, pemekaran atau peleburannya, merupakan wewenang Pastor Kepala Paroki bersama Dewan Pastoral Paroki.

 

Pasal 58

Pembubaran DPP dan BGKP

Dewan Pastoral Paroki dan Badan Gereja Katolik Paroki tidak bisa membubarkan diri atau dibubarkan oleh Pastor Kepala Paroki.

Atas alasan yang berat dan mendesak Uskup diosesan dapat membekukannya untuk sementara waktu.

 

BAB  XVIII

KETENTUAN PENUTUP

 

Pasal 59

Hal-hal yang belum diatur dalam Pedoman Dasar

Hal-hal yang belum atau tidak cukup diatur dalam Pedoman Dasar ini hendaknya diatur dalam Pedoman Rumah Tangga masing-masing Dewan Pastoral Paroki, asalkan tidak bertentangan dengan isi dan jiwa Pedoman Dasar ini, dan dengan ketentuan bahwa Pedoman Rumah Tangga tersebut baru berlaku, bilamana sudah disahkan oleh Uskup diosesan.

 

Pasal 60

Wewenang menghapus atau mengubah Pedoman Dasar

Menghapus, mengubah seluruhnya atau sebagian dari Pedoman Dasar ini merupakan hak dan wewenang Uskup diosesan.

 

Pasal 61

Masa berlaku Pedoman Dasar

Pedoman Dasar ini berlaku di seluruh wilayah Keuskupan Surabaya sejak tanggal ditetapkan.

 

 

Ditetapkan di :

Surabaya, 01 Januari 2012

 

 

Msgr. V. Sutikno Wisaksono

Uskup Keuskupan Surabaya

 


[1] Dalam Pedoman Dasar ini dipakai nama Dewan Pastoral Paroki. Nama ini (i) sesuai dengan yang ada dalam Kitab Hukum Kanonik (kan. 536 §1), (ii) sesuai dengan sifat dan fungsinya, serta (iii) analog dan paralel dengan Dewan Pastoral Keuskupan (bdk. Kan. 511-514), sekalipun Dewan Pastoral Paroki tidak berada di bawah Dewan Pastoral Keuskupan.
[2] “Jika menurut penilaian Uskup Diosesan setelah mendengarkan Dewan Imam, dianggap baik, maka hendaknya di setiap Paroki dibentuk Dewan Pastoral yang diketuai oleh pastor paroki; dalam dewan ini kaum beriman kristiani bersama-sama dengan mereka yang berdasarkan jabatannya mengambil bagian dalam reksa pastoral di paroki, hendaknya memberi bantuannya untuk mengembangkan kegiatan pastoral” (Kan. 536 § 1).
[3] Apabila ada lebih dari satu orang Pastor Rekan, mereka disebut sebagai Wakil Ketua Umum I,  Wakil Ketua Umum II dan seterusnya, dengan tugas dan wewenang yang sama.
[4] Jika paroki besar dan mempunyai wilayah-wilayah yang membawahi dan mengkoordinir lingkungan-lingkungan, maka dalam Dewan Pastoral Paroki Inti, ketua-ketua lingkungan diwakili oleh ketua-ketua Wilayah itu. Hal ini dikarenakan jika anggota DPP Inti terlalu besar akan menjadi kurang gesit dan sulit untuk sering bertemu. Tentu ini mengandaikan dan mensyaratkan bahwa ketua Wilayah sungguh-sungguh berfungsi. Jika paroki kecil dan tidak mempunyai Wilayah-wilayah, maka para ketua Lingkungan langsung duduk di DPP Inti. Inilah yang sebenarnya paling ideal, karena mereka membawahi warga Lingkungan dan mengorganisir kegiatan-kegiatan Lingkungan. 
[5] Unsur otoritas dari Uskup. Artinya apa? Pertama, pastor paroki mendapat mandat langsung dari Uskup diosesan dan menerima orientasi aktivitas pastoral untuk dilaksanakan di paroki yang dipercayakan kepadanya. Tidak boleh terjadi bahwa dalam sebuah dioses seorang pastor tidak menerima mandat/otoritas apapun dari Uskup, dia menjadi pastor paroki. Bila hal itu terjadi maka semua aktifitas pastoral yang dia laksanakan tidak sah. Nominasi (pengangkatan) seorang pastor paroki adalah hak Uskup diosesan dan bersifat bebas, kecuali jika ada yang memiliki hak pengajuan atau pemilihan (bdk. kan. 524).­
Kedua, pastor paroki adalah wakil Uskup di paroki yang merupakan sebagian wilayah diosesnya. Wakil di sini berarti pastor tersebut sebagai subordinasi dan vicarius Uskup, subordinasi dari Uskup sebagai gembala utama Gereja partikular. Oleh karena itu semua pastor paroki yang bekerja di wilayah diosesan, harus melakukan koordinasi dengan Uskup. Sebab itu pula, semua kegiatan pastoral hendaknya sepengetahuan Uskup, karena pada akhirnya pastor paroki bertanggungjawab kepada Uskupnya (bdk. LG, 28,2; CD, 30,1; P0, 5,1; SC, 42,2). Vicarius Uskup berarti pastor paroki menjadi representasi Uskup dalam kegiatan apapun termasuk dengan pemerintah di wilayah parokinya (bdk. SC, 42,1; CL, 26,2; LG, 28,2; PO, 5,1).
[6] Sebagai pastores proprius, pastor paroki bertugas menghantar kepada pemeliharaan dan keselamatan jiwa-jiwa (cura pastoralis atau cura animarum) yang terutama diungkapkan dengan pewartaan Sabda Allah, pelayanan sakramen - sakramentali, dan kepemimpinan pastoral komunitas.
[7] Hendaknya pastor paroki lebih mengutamakan perutusan utamanya untuk melayani umat paroki daripada kegiatan-kegiatan lainnya.
[8] Pastoral umat menuntut gaya kepemimpinan partisipatif. Untuk itu, pembagian tugas menjadi lebih mendesak. Kriteria pembagian tugas bukanlah melulu kuanlitatif belaka (menyerahkan sebanyak mungkin pekerjaan kepada awam), atau karena kekurangan imam, melainkan juga atas dasar  kualitatif. Kiranya perhatian perlu diarahkan pada tugas imam sebagai motivator yang menggerakkan umat dan melanjutkannya dengan inspirasi, animasi, dan pemantapan kesatuan umat.
[9] Inilah kepemimpinan partisipatif pastor paroki (bdk. kan 275 § 2 dan 529 § 2). Jika umat awam memiliki kewajiban dan hak untuk mengusahakan agar warta Injil dikenal dan diterima di mana-mana, khususnya di tempat di mana Injil tidak dapat didengarkan dan Kristus tidak dapat dikenal orang selain lewat kaum awam (kan 225 § 1), maka menjadi kewajiban  pastor paroki untuk menjamin agar hak itu bisa mereka laksanakan secara penuh.
[10] Selama ini kita juga mengenal istilah Katekis Keuskupan dan Katekis Paroki, namun sejak tahun 2004, tidak lagi diangkat dan digunakan istilah Katekis Keuskupan. Maka sejak saat itu tidak ada lagi istilah Katekis Keuskupan. Pengangkatan Katekis diatur oleh kebijakan paroki masing-masing, setelah berkoordinasi dengan Keuskupan.
[11] Selain Katekis purna waktu, sebagaimana diatur dalam Pedoman ini, dikenal juga istilah katekis volunter.  Keberadaan katekis volunter diatur dalam Pedoman Rumah Tangga Paroki.
[12] Para katekis wajib membina diri terus menurus melalui berbagai sarana: doa pribadi, rekoleksi, retret
[13] Partisipasi Umat Allah dalam tritugas Kristus diwujudkan dengan cara dan tingkat yang berbeda. Untuk pelayanan-pelayanan tertentu dalam paroki dibutuhkan wewenang yang bersumber pada tahbisan (misalnya untuk memimpin Perayaan Ekaristi) dan kuasa yurisdiksi (misalnya absolusi dalam sakramen tobat).
[14] Pertama-tama harus dikatakan bahwa dalam Gereja, motivasi atau alasan untuk meminta pertimbanagn atau nasehat adalah persoalan teologis. Mengapa? Kita ingat bahwa atas dasar Sakramen Baptis dan Penguatan, kaum beriman mempunyai kewajiban untuk memberi nasehat atau usul sarannya kepada para gembalanya (kan. 212, §3). Atas dasar itu, maka para Gembala meminta pertimbangan atau nasehat kepada awam, bukan karena mereka ahli atau mengetahui sesuatu lebih baik tetapi juga karena  atas dasar baptisan kaum beriman kristiani memiliki hak dan kewajiban untuk memberikan usul saran, nasehat pertimbangan kepada para gembala, dan para gembala mempunyai kewajiban dan hak untuk meminta nasehat kepada kaum beriman.
Oleh karena itu, keputusan-keputusan, sekurang-kurangnya mengenai hal-hal penting bagi kehidupan komunitas gereja, tidak seharusnya diambil atau dibuat sendiri oleh Gembala, tanpa meminta pendapat kaum beriman. Dan benar juga bahwa keputusan-keputusan, kendatipun keputusan yang diambil sendiri oleh Gembala mempunyai keabsahannya, tetapi hal itu berarti bahwa penerimaan Sakramen dari kaum beriman tidak teraktualisasikan.
[15] Karya Pastoral merupakan kegiatan yang dilaksanakan untuk mengembangkan communio atau persaudaraan  dan misi Gereja. Jadi obyek wewenang DPP adalah semua hal yang berkaitan dengan pengorganisasian/planning pastoral, mengenal dan menentukan garis-garis penting dan membuat program-program berdasarkan hasil studi tentang apa saja yang berkaitan dengan karya pastoral.
[16] Pembentukan wilayah bersifat fakultatif, bergantung pada situasi dan kebutuhan paroki masing-masing.
[17] Misalnya:  jarak dari pusat paroki cukup jauh, jumlah umat mencukupi, mendapatkan  pelayanan ekaristi mingguan  secara rutin.
[18] Berhubung Dewan Pastoral Harian belum dilantik, maka ketua-ketua seksi dapat dipilih oleh tim formatur Dewan Pastoral Harian bersama dengan Romo Paroki.
[19] Ada 13 (tiga belas) Komisi, yang terbagi dalam 4 (empat) bidang pastoral:
  1. Bidang Pembinaan : Komisi Keluarga; Komisi Anak-anak; Komisi Remaja; Komisi Orang Muda
  2. Bidang Sumber : Komisi Katekese; Komisi Liturgi; Komisi Kerasulan Kitab Suci
  3. Bidang Kerasulan Khusus : Komisi Karya Misioner; Komisi Pendidikan; Komisi Komunikasi Sosial
  4. Bidang Kerasulan Umum : Komisi Kerawam; Komisi Pengembangan Sosial Ekonomi (PSE); Komisi Hubungan antar Agama dan Kepercayaan (HAK).