Saudara-saudara, Umat Allah yang terkasih,

 

Pada saat kita dibaptis, kita berjanji untuk menyangkal yang jahat dan memperoleh keselamatan, yaitu  pengampunan segala dosa serta anugerah hidup baru.[1] Injil Markus (yang kita dengar hari ini)[2] mengisahkan tentang ada empat orang yang membawa seorang lumpuh kepada Tuhan Yesus untuk disembuhkan. Tuhan Yesus melihat adanya suatu kelumpuhan yang lebih mendasar , lebih dari sekedar kelumpuhan fisik yang perlu disembuhkan, yakni kelumpuhan yang disebabkan oleh dosa. Maka sabda keselamatan dan kesembuhan yang diberikan Tuhan kepadanya adalah SABDA PENGAMPUNAN, “Supaya kamu tahu, bahwa di dunia ini Anak Manusia berkuasa mengampuni dosa”. Peristiwa keselamatan tersebut didahului oleh iman para pengantar. Karena Tuhan melihat iman mereka, maka Tuhan bersabda, “Hai anak-Ku, dosamu sudah diampuni”. Keselamatan dan pengampunan merupakan buah  gerakan solidaritas yang didasari oleh iman yang besar. Inilah bentuk pertobatan sejati, yakni perubahan sikap baik secara pribadi maupun gerakan bersama demi keselamatan dan pengampunan.

 

“Waktunya telah genap; Kerajaan Allah sudah dekat. Bertobatlah dan percayalah kepada Injil !” inilah seruan yang menyatakan bahwa pertobatan adalah bagian hakiki dalam pewartaan Kerajaan Allah. Maka Gereja terus menerus menjalankan pertobatan dan pembaharuan[3]. Gerakan pertobatan pertama-tama adalah pertobatan batin yang lalu mewujud dalam tanda-tanda kelihatan dalam puasa, matiraga dan karya-karya pertobatan atau biasa kita namai Aksi Puasa Pembangunan (APP). Tanpa pertobatan batin maka yang terjadi adalah ketidakjujuran, tidak berbuah baik dan semu[4]. Tobat batin adalah sikap hati mengarahkan langkah kepada Allah, diserta rasa rindu yang mendalam menata kembali seluruh kehidupan,  segenap hati meninggalkan kejahatan, menyadari kembali sebagai anak-anak Allah –seperti anak yang hilang  dan dengan segala sesal kembali kepada ayahnya [5]- menemukan kembali kebesaran dan cinta Allah. Tobat batin ini ditandai dengan hati yang tergetar karena diguncangkan oleh Roh yang menyadarkan  kejijikan akan dosa dan ketakutan terpisah dari Allah. Roh itu pula yang sekaligus membongkar kedok dosa dan sekaligus juga menolong serta menganugerahkan rahmat penyesalan dan pertobatan.[6]

 

Di dalam Kitab Suci diceritakan, selama 40 hari Musa berada dipuncak Sinai, selama 40 hari Nabi Elia berjalan menuju gunung Allah yang suci, seluruh penduduk kota Ninive berpuasa selama 40 hari, selama 40 tahun bangsa terpilih keluar dari perbudakan Mesir menuju tanah terjanji, dan  selama 40 hari Tuhan Yesus berpuasa di padang gurun[7]. Demikianlah Gereja Katolik berdasarkan Kitab Suci , sejak abad ke-4, menetapkan 40 hari masa puasa sebagai wujud pertobatan batin untuk mempersiapkan diri merayakan sengsara –wafat dan Kebangkitan Tuhan. Yakni mulai Rabu Abu hingga menjelang Perjamuan Tuhan di Kamis Putih.

 

Kita semua akan memulai masa prapaskah pada besok hari Rabu Abu, yang jatuh pada tanggal 22 Februari 2012.  Pada hari itu kita akan ditandai di dahi dengan abu yang menandakan pertobatan terbuka dan bersama-sama di hadapah Allah dan Gereja untuk memulai perjalanan rohani sebagai seorang pendosa kepada pemurnian jiwa[8]. Maka marilah kita membuka diri bagi Tuhan yang hendak membersihkan dosa-dosa dan menguduskan kita. Tindakan pertobatan ini adalah tindakan Gereja bukan sekedar tindakan individual. Isilah masa prapaskah ini dengan lebih tekun bersama-sama mendengarkan dan merenungkan Sabda Tuhan, lebih rajin berdoa, datang mengaku dosa, berpantang dan berpuasa serta meningkatkan karya amal kasih terhadap mereka yang berkekurangan dan menderita.[9]

 

Tema APP Nasional tahun ini adalah “Mewujudkan Hidup Sejahtera”. Mengingat  Keuskupan Surabaya pada tahun ini mencanangkan Tahun REMAJA dan LITURGI sebagai fokus perhatian pastoral, maka Tema APP di keuskupan Surabaya di kaitkan dengan kesejahteraan yang berakhar pada spiritualitas Ekaristi. Sehingga, Tema APP di keuskupan surabaya menjadi “MEWUJUDKAN HIDUP SEJAHTERA YANG EKARISTIS”. Kesejahteraan yang kita rindukan bukanlah buah dari keserakahan yang tidak adil, kemakmuran harta buah ketidakjujuran dan tindakan korupsi sebagaimana akhir-akhir ini terus dibeberkan di berbagai masmedia, namun kesejahteraan yang berakar pada sikap solidaritas sebagaimana dicontohkan Tuhan Yesus dalam Ekaristi, ‘Hidup yang dipecah-pecahkan dan dibagi-bagi’. Kesejahteraan sejati dibangun diatas rasa solider dengan sesama. Dimana ada SOLIDARITAS di sana terbangun kesejahteraan bersama. Karena Ekaristi yang kita makan dan hidupi itu, maka marilah kita menentang segala bentuk korupsi dan egoisme baik di dalam Gereja maupun di hidup kemasyarakatan. Dengan hidup sederhana, murah hati, jujur, transparan, akuntabel serta secara tegas tidak mau ambil bagian dalam korupsi maka kita telah ikut membangun bangsa ini menuju kesejahteraan sejati.

 

Telah kita ketahui bersama bahwa prioritas-prioritas program serta nilai-nilai yang hendaknya dihayati di 15 bidang strategis reksa pastoral yang direkomendasikan oleh Musayawarah Pastoral 2009 juga merupakan suatu KOMITMEN PERTOBATAN dalam penggembalaan Umat Allah di Keuskupan Surabaya. Di tahun Remaja dan Liturgi ini kita disadarkan akan dua hal penting:

Pertama, tentang para remaja.  Kita harus mengakui bahwa sekian lama kita kurang optimal dalam memberikan hati penggembalaan bagi para remaja kita. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-anak ke masa muda/dewasa, merupakan tonggak waktu yang sangat krusial dalam perkembangan kehidupan manusia. Marilah kita bertanya dan berjuang untuk menjawab dalam karya pastoral kita, apakah kita sungguh sungguh mendampingi pertumbuhan iman remaja kita? Apakah kita menyediakan ruang bagi pengenalan diri dan lingkungan pergaulan yang sehat bagi mereka? Apakah kita telah membimbing mereka untuk mengenali panggilan hidup dan masa depan mereka? Apakah kita merelakan diri menjadi pendamping bagi para remaja? Sungguh, kita semua tidak menginginkan remaja kita kehilangan jati diri, iman dan masa depan. Tantangan hidup mereka ditengah arus teknologi dan pergaulan tidaklah ringan maka bersama seksi remaja di tingkat Paroki ataupun kevikepan berikanlah dukungan nyata  bagi pendamping pastoral remaja.

Kedua, tentang Liturgi. Kita menyadari bahwa seluruh rahasia iman Katolik kita hidupi, doakan dan rayakan dalam Liturgi suci. Apakah kita baik sebagai pelayan tertahbis maupun para petugas liturgi serta seluruh Umat telah melaksanakan secara benar dan layak? Apakah kita terus menerus belajar mendalami kekayaan makna liturgi ? apakah kita meningkatkan jumlah dan mutu pembinaan bagi pelayan dan petugas liturgi? Maka dengan diadakannya katekese pra-misa di seluruh kapel dan gereja di Keuskupan Surabaya sepanjang tahun ini, juga merupakan bentuk pertobatan kita. Sehingga seluruh Umat dan para pelayan serta petugas semakin memahami kekayaan warisan suci dalam liturgi terutama liturgi Ekaristi kita. Marilah kita menjaga kemurnian dan kesakralan liturgi. Jauhkan keagungan Liturgi dari pengaruh  ‘religio-tainment’ , yakni upaya upaya memperalat dan mengalahkan makna simbolik dan tata liturgi yang baku demi kepentingan-kepentingan duniawi ataupun tren-tren entertainment.

 

Secara istimewa dalam masa Prapaskah ini, marilah kita sadari dan sambut rahmat istimewa kerahiman Tuhan dalam Sakramen Pengampunan Dosa. Di paruh terakhir abad ini di sadari bahwa ada suatu tragedi yg memprihatinkan, yang diderita Gereja Katolik, yakni  terjadi kecenderungan menghindari anugerah luhur Roh Kudus yang mengalir dari Sakramen Pengampunan Dosa[10]. Padahal ini adalah satu satunya mutiara anugerah Allah yang di dunia hanya dimiliki dalam Gereja Katolik. Sudah semestinya, kita putra putri gereja, meminum rahmat ini sehingga buah pembebasan belenggu dosa mengalir melalui setiap penitens menyebar bagi sesama. Kemungkinan merosotnya antusiasme pengakuan dosa ini paling tidak disebabkan oleh dua hal: Kita sendiri kurang mewartakan kekayaan rahmat sakramen pengampunan dalam katekese umat atau juga karena kuatnya virus skeptisme dunia seperti yang menjangkiti para ahli Taurat dalam Injil hari ini, “Mengapa orang ini berkata begitu? Ia menghujat Allah. Siapakah yang dapat mengampuni dosa selain Allah sendiri?”[11]  

 

Semoga Tuhan memberkati pertobatan kita dalam masa Prapaskah ini, sehingga kita memiliki tanah yang subur bagi rahmat Paskah. Marilah kita taburkan buah-buah pertobatan sehingga semua orang mengalami kebangkitan hidup baru bersama Tuhan yang bangkit. 

 

Berkat Tuhan

 

 

 

Msgr. Vincentius Sutikno Wisaksono

Uskup Surabaya

 

 

[1] Katekismus Gereja Katolik (KGK) : 1427
[2] Mrk 2:1-12
[3] LG 8. , KGK 1427-1428
[4] KGK 1430
[5] Luk 15:17-21
[6] Bdk. KGK 1431-1433
[7] Kel 34:28 ; 1Raj19:8 ; Yn 3:1-10 ; Mat 4:2 ; Luk 4:2 
[8] Bdk. Surat Edaran tentang Perayaan Paskah dan Persiapannya. No. 21
[9] SC 109-110
[10] Sebagaimana terjadi di Barat, di serukan oleh Uskup Agung Cologne  Cardinal Joachim Meisner, 
A tragedy for the Church: the forgotten sacrament of confession, TODAYS n.5-2010. H. 40
[11] Mrk 2: 6-7